Para ahli mengatakan kandungan BPA dalam galon kemasan tidak berbahaya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Beberapa pakar teknologi keamanan pangan dan kimia dari perguruan tinggi di Indonesia mengatakan air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat masih aman dikonsumsi masyarakat. Menurut mereka, kemasan galon berbahan polycarbonate by design, bahan bakunya relatif aman untuk air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali.
Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik yang juga Kepala Laboratorium Teknologi Polimer Hijau Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid, mengatakan kemasan galon reusable ditinjau dari desain bahan bakunya relatif aman untuk air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali. Oleh karena itu, lanjut Chalid, galon ini mengkhawatirkan untuk dijernihkan penafianseperti apa itu.
“Jangan digeneralisir kalimatnya. Harus ada detailnya, tidak boleh sembarangan. Pernyataan seperti itu tidak bisa digunakan publik, kecuali ada data yang jelas,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (13/10/2022). .
Dosen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Syaefudin menambahkan, BPA yang tidak sengaja dikonsumsi konsumen dari kemasan makanan akan dikeluarkan dari tubuh lagi. Sebab, menurutnya, BPA akan diubah di hati menjadi senyawa lain, sehingga bisa lebih mudah dikeluarkan melalui urin.
Jadi sebenarnya jika BPA tidak sengaja dikonsumsi oleh tubuh kita, misalnya dari air minum dalam kemasan yang mengandung BPA akan dikeluarkan kembali. Ada proses glukuronidase hati, ada enzim yang mengubah BPA menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan oleh tubuh. tubuh melalui urin,” katanya.
Menurutnya, BPA memiliki waktu paruh biologis. Artinya, ketika BPA, misalnya, 10 unit, masuk ke dalam tubuh, selama lima hingga enam jam hanya tersisa lima. “Yah, separuh lainnya dikeluarkan dari tubuh. Artinya potensi menjadi racun di dalam tubuh sebenarnya sudah berkurang,” ujarnya.
Pakar Teknologi Pangan IPB, Eko Hari Purnomo menambahkan, kandungan BPA dalam galon air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat tidak membahayakan kesehatan. Menurut dia, plastik polikarbonat yang mengandung BPA digunakan untuk galon air minum hanya karena keras, kaku, transparan, mudah dibentuk, dan relatif tahan panas.
“Namun, berdasarkan data yang ada, penggunaan kemasan galon jenis ini tidak banyak menimbulkan risiko kesehatan, terutama dari sisi BPA-nya. Apalagi produk air memiliki potensi yang sangat kecil mengingat BPA tidak larut dalam air,” kata Eko.
Itu sebabnya, menurut Eko, sulit menemukan penelitian yang dilakukan mengenai dampak BPA terhadap galon polikarbonat karena sudah terbukti aman digunakan. Namun, kata Eko, yang paling banyak ditemukan adalah studi migrasi BPA dari kemasan polikarbonat ke kemasan selain galon PC.
“Jadi menurut saya, informasi dari penelitian yang bukan dari galon PC ini kemudian diambil oleh orang-orang yang masih mempertanyakan bahaya BPA dalam galon PC. Sementara itu, berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa migrasi BPA dari galon PC ke dalam minuman, khususnya air putih, masih jauh di bawah batas migrasi yang diperbolehkan,” ujarnya.
Ahli kimia dan polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, menegaskan bahwa bisphenol A (BPA) dan polikarbonat adalah dua hal yang berbeda. Selama ini masyarakat salah mengartikan bahan kemasan plastik polikarbonat dan BPA sebagai prekursor pembuatnya.
Ia melihat beberapa pihak seringkali hanya melihat dari sisi BPA yang dikatakan berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan yang terbentuk, yaitu polikarbonat yang aman jika digunakan dalam kemasan makanan. Menurutnya, BPA memang ada dalam proses pembuatan plastik PC.
Ia menyamakannya dengan NaCl (Natrium Klorida), orang tidak mau menggunakan klorin atau natrium, tetapi menggunakan NaCl yang tidak berbahaya jika dikonsumsi. Menurutnya, natrium berbahaya dan bahkan bisa meledak. Demikian juga klorin sama-sama berbahaya dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi orang yang menghirupnya.
“Jadi dalam memahami hal ini, masyarakat harus pandai memahami agar tidak disesatkan oleh informasi yang bisa menyesatkan dan merugikan,” kata Zainal.
Ia juga berharap agar berita terkait galon PC dijelaskan secara ilmiah dan tidak kontroversial sesuai ilustrasi masing-masing yang bisa menyesatkan. “Jadi harus dengan data ilmiah agar masyarakat kita paham dan bisa mengambil keputusan sendiri,” ujarnya.
Pakar teknologi pangan yang juga Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Dedi Fardiaz mengatakan, sebenarnya migrasi dari bahan kontak pangan ke produk pangan telah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pengemasan Pangan. Peraturan tersebut menyebutkan beberapa hal yang harus diberi label bebas dari bahan kontak makanan tidak hanya kemasan yang terbuat dari polikarbonat yang mengandung BPA, tetapi juga produk lain seperti melamin untuk peralatan makan dan minum, plastik kemasan makanan polystyrene (PS), timbal (Pb). kemasan makanan. Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan makanan polivinil klorida (PVC) dari senyawa ftalat, kemasan makanan polietilen tereftalat (PET), serta kemasan makanan kertas dan karton dari senyawa ftalat.
Khusus terkait BPA, katanya, BPOM telah menetapkan satuan keamanan pangan yang sama dengan yang lain yang disebut TDI (tolerable daily intake). Dimana, menurut ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pengemasan Pangan, batas maksimum migrasi BPA adalah 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).
Pertengahan tahun lalu, kata Dedi, BPOM juga telah menguji migrasi BPA pada air minum dalam kemasan berbasis PC dan ternyata hasilnya sangat rendah dibandingkan dengan persyaratan kandungan di dalam air. “Setelah dihitung ternyata eksposurnya jauh di bawah itu. Artinya relatif aman,” katanya.
Dosen dan Peneliti Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Nugraha E. Suyatma, menambahkan ketidaksetujuannya terhadap anggapan bahwa air minum kemasan galon PC berbahaya bagi kesehatan. Menurut dia, sebelum diedarkan galon-galon tersebut telah diuji kadar residu BPA-nya. Migrasi tersebut juga telah diuji oleh pabrik dan sudah memiliki standar keamanan pangan. “Jadi, air polikarbonat galon relatif aman digunakan dan tidak perlu diberi label BPA Free,” ujarnya.