TRIBUNJOGJA.COM – Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menilai budidaya lele berpotensi untuk dikembangkan di Bumi Projotamansari.
Apalagi konsumsi ikan lele termasuk untuk memenuhi kebutuhan warung kuliner di Bantul cukup tinggi mencapai tujuh ton sehari.
Halim mengatakan meski permintaan cukup tinggi, pasokan lele dari Bantul hanya mampu mencapai 1-2 ton sehari, sehingga untuk memenuhi permintaan lele harus mendatangkan dari luar daerah seperti dari Boyolali atau daerah lain di Jawa Tengah.
“Kekurangan pasokan lele di Bantul seharusnya menjadi peluang besar bagi warga Bantul untuk membudidayakan lele karena pasarnya terbuka luas,” ujarnya saat menghadiri panen lele di Omah Lele di Desa Srihardono, Kapanewon Pundong, Bantul, Rabu (2/ 11/2022).
Baca juga: Bupati Halim: Budidaya Lele di Bantul Terbuka Luas
Karena itu, Halim meminta Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mendorong masyarakat membudidayakan ikan lele dan mendampinginya.
Perlu pendampingan apalagi menurutnya budidaya lele dalam jumlah kecil berpotensi mengalami kerugian akibat ketergantungan terhadap pelet yang harganya terkadang terus naik sehingga tidak mampu menutupi biaya modal dan pemeliharaan.
“Ya tentu kalau pakannya masih tergantung dari pabriknya, tidak menggunakan teknologi, akan banyak kerugiannya,” imbuhnya.
Namun, pembudidaya lele skala besar akan mengalami hal yang berbeda.
Seperti Omah Lele yang mampu membudidayakan ikan lele di 270 kolam terpal.
Ratusan tambak yang dikelola 24 orang mampu menghasilkan panen Rp 30 juta per hari.
Jika dikurangi biaya operasional termasuk pakan, Anda tetap mendapatkan keuntungan bersih Rp 12 juta.
Dengan demikian, dalam satu bulan peredaran uang bisa efisien dan menguntungkan dengan pencapaian hingga Rp. 300 juta.
“Pembudidayaan lele skala besar akan lebih menguntungkan jika didukung dengan teknologi yang ada di dalamnya,” ujarnya.
Sementara itu, pengelola Omah Lele, Tri Wibowo mengatakan pihaknya menebar benih lele pada Juli 2022 dengan umur panen 2,5 bulan untuk lele.
Dari situ, Omah Lele sudah beberapa kali panen dengan harga pasar sekitar Rp. 20.500 per kilogram.
Selain itu, pihaknya juga menelurkan telur lele sendiri sehingga bisa menekan pengeluaran untuk pembelian bibit lele.
Baca juga: Bupati Abdul Halim Ikut Panen Ikan Lele di Sentra Ikan Air Tawar Pundong
Sebagai upaya menjaga kualitas lele, Omah Lele masih mengandalkan pakan dan obat-obatan pabrikan untuk mencegah penyakit yang menyerang lele, terutama di masa transisi.
“Biasanya pada masa pancaroba, lele dapat terserang hama penyakit. Namun, pada musim kemarau atau musim hujan, semua lele akan aman dari serangan hama jamur,” kata Tri.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Bantul Istriyani mengakui budidaya lele memang membutuhkan mental yang kuat karena berpotensi serangan hama dan juga membutuhkan modal.
Ia juga menyatakan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan telah melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada para pembudidaya ikan di Bantul untuk bekerjasama dengan Omah Lele dalam pembibitan dan pemeliharaan.
“Omah lele menjadi salah satu contoh budidaya lele di Bantul. Kami mengarahkan pembudidaya lele lainnya untuk menjalin kerjasama dalam bidang perawatan, pemasaran dan pemanfaatan teknologi dengan Omah Lele. Penggunaan teknologi yang dimaksud adalah mengalirkan dan memutar air sehingga Limbah pakan langsung dibuang dari kolam tengah,” imbuhnya.(Tribujogja.com)