Ketua DPR RI Puan Maharani. (Ist)
telusur.co.id – Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan perempuan tangguh untuk berkontribusi nyata membangun dunia yang lebih baik. Menurutnya, perempuan harus bisa memimpin.
Hal itu disampaikannya pada Sidang ke-34 Forum Perempuan Parlementer di Kigali, Rwanda, Selasa (11/10/22). Diskusi World Women’s Parliamentarians Forum ini digelar dalam rangkaian Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-145 di Rwanda.
“Merupakan suatu kehormatan untuk bergabung dengan Anda dalam sesi ke-34 Forum Parlemen Wanita di kota Kigali yang semarak,” kata Puan saat menyampaikan sambutannya.
Forum Perempuan Anggota DPR sebelumnya digelar pada Sidang IPU ke-144 yang digelar di Bali Maret lalu. Ada 129 peserta, termasuk 64 anggota parlemen dari 60 negara dan perwakilan dari berbagai organisasi internasional.
Puan mengulas sejumlah isu penting yang dibahas dalam Forum Perempuan Anggota Parlemen di Bali yang berkontribusi pada Majelis IPU. Salah satunya terkait dengan perspektif gender dalam draf resolusi di hadapan Standing Committee for International Peace and Security dengan judul ‘rethink and reframe approach to the peace process with the purpose of membina perdamaian abadi’.
“Dan draf resolusi di hadapan Standing Committee for Sustainable Development berjudul Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai enabler bagi sektor pendidikan, termasuk di masa pandemi Covid-19,” jelasnya.
Forum Perempuan Anggota DPR di Bali juga membahas tentang pengalaman parlemen dalam mempromosikan kesehatan perempuan, anak dan remaja selama pandemi Covid-19 dan pemulihan yang sangat penting dari pandemi. Dari diskusi tersebut, kata Puan, anggota forum sepakat untuk mengundang perempuan dan anak perempuan untuk terlibat dalam desain dan pemberian layanan kesehatan dan diberdayakan untuk mengklaim hak mereka atas kesehatan.
“Kami juga berbagi strategi dan praktik yang baik untuk pemulihan pasca-Covid yang mengutamakan kesehatan, hak seksual dan reproduksi serta meningkatkan akses layanan kesehatan untuk semua,” kata wanita pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini.
Sidang IPU ke-144 sendiri telah mengadopsi item darurat berjudul ‘Resolusi damai perang di Ukraina, menghormati hukum internasional, Piagam PBB dan integritas teritorial’. Untuk item darurat, Forum Perempuan Parlemen telah berkontribusi dengan membuat rekomendasi yang kuat pada Satgas yang dibuat setelah item darurat.
“Sehingga komposisinya seimbang gender dan termasuk negara-negara yang tidak memiliki kepentingan tinggi dalam konflik,” jelas Puan.
Mantan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini meyakini bahwa pemimpin perempuan harus bersatu untuk memperkuat suara mereka. Puan menegaskan, upaya multipihak untuk memperkuat pemberdayaan perempuan sangat penting.
“Untuk mengembangkan solusi yang bermakna, efektif dan inklusif bagi proses pemulihan global, perempuan harus menjadi yang terdepan dan tengah, memimpin,” katanya.
“Dan memang, solidaritas global adalah kuncinya, dan multilateralisme adalah satu-satunya jalan,” lanjut Puan.
Dia menambahkan bahwa perdamaian dan keamanan harus menjadi prioritas. Sebab, menurut Puan, dunia tidak akan pernah bisa mencapai kemakmuran jika konflik tetap terjadi.
“Untuk itu, parlemen diharapkan dapat menyebarkan budaya damai dan toleransi melalui dialog dan diplomasi,” ujarnya.
Puan mengatakan parlemen sebagai wakil dari suara kolektif rakyat merupakan fondasi demokrasi yang memiliki segala potensi untuk membangun dunia yang lebih kuat dan tangguh untuk semua. Ia mengajak seluruh anggota Forum Parlemen Wanita IPU untuk menciptakan dunia bagi semua generasi.
“Tindakannya sekarang, dan ini adalah kewajiban kita bersama. Membangun dunia yang lebih berkelanjutan, damai dan sejahtera. Dunia di mana perempuan dapat memanfaatkan potensi penuh mereka,” kata Puan.
Di sela-sela IPU ke-145, Puan juga menghadiri Laporan KTT Perempuan Ketua DPR ke-14. Ia juga mengenang diskusi pada KTT Ketua Parlemen Wanita Dunia yang diadakan di Tashkent, Uzbekistan, beberapa waktu lalu dengan fokus mengkaji manfaat dan risiko teknologi baru untuk mengantisipasi risiko dan ketahanan ekonomi yang lebih besar.
“Teknologi merupakan sarana penting untuk menyamakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan,” ujarnya.
“Kami setuju bahwa kemajuan baru-baru ini dalam ekonomi digital adalah komponen kunci dari ketahanan dan pemulihan ekonomi. Mereka menghadirkan peluang untuk kemajuan yang lebih baik, jika dan hanya jika, diterapkan dengan cara yang peka gender,” lanjut Puan.
Menurutnya, parlemen harus memanfaatkan kesempatan untuk mendorong kesetaraan gender yang lebih besar. Kemudian, kata Puan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan membangun dunia yang lebih inklusif.
“Kami prihatin dengan risiko yang ditimbulkan oleh kesenjangan digital yang berkembang, pelecehan online, berita palsu, ujaran kebencian, dan kekerasan online yang menghambat hak dan kebebasan perempuan dan anak perempuan di mana-mana,” kata cucu Proklamator Indonesia Bung Karno itu.
Oleh karena itu, Puan menyerukan agar risiko ini diatasi melalui kebijakan yang menjembatani kesenjangan digital dan melindungi hak-hak perempuan dan anak perempuan secara online. KTT Ketua Parlemen Wanita Dunia juga mengakui peran parlemen yang peka gender dalam mempromosikan legislasi yang responsif gender.
“Kami juga mendukung pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, termasuk secara online. Kami menyoroti pentingnya kepemimpinan parlemen dalam menanggapi risiko ini,” kata Puan.
Deklarasi Tashkent, yang diadopsi pada akhir KTT, mencerminkan komitmen Ketua Parlemen perempuan dunia untuk mengubah lembaga mereka masing-masing menjadi parlemen yang peka gender dan memberlakukan undang-undang yang responsif gender.
Puan mengatakan undang-undang tersebut akan menanggapi peningkatan risiko yang melindungi hak dan kebebasan kelompok rentan perempuan dan anak perempuan di mana pun.
“Saya tahu kami dapat mengandalkan Anda semua untuk mendorong agenda penting ini bersama kami,” katanya.
Pada Sidang Umum IPU ke-145 sendiri, Puan banyak berkomunikasi dengan anggota parlemen dari berbagai negara. Ia mengatakan kehadiran langsungnya di forum parlemen internasional juga merupakan bentuk dukungan bagi Rwanda mengingat Rwanda juga memberikan dukungan kepada Indonesia saat menjadi tuan rumah Sidang IPU ke-144.
“Ini sebagai bentuk dukungan Indonesia kepada Rwanda untuk bisa berkumpul dan membahas isu-isu yang akan dibahas dalam IPU kali ini,” pungkas Puan. [Tp]