Tim Pencari Fakta (TPF) Koalisi Masyarakat Sipil dan Omega Research Foundation mengirimkan surat keberatan atas tanggapan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) yang tidak memberikan sanksi atas indikasi dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. TPF menduga pemerintah telah melobi FIFA terkait hal ini.
“Insiden Kanjuruhan merupakan peristiwa bencana dalam pertandingan sepak bola terbesar kedua di dunia. Oleh karena itu, KontraS menggalang solidaritas dari dunia internasional untuk menekan FIFA,” jelas Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti secara online, Rabu (12/10/2022).
Surat itu dikirim pada Senin (10/10), meski keputusan FIFA untuk tidak menjatuhkan sanksi belum final karena presiden FIFA belum memberikan pernyataan resmi terkait acara ini.
Fatia mengingatkan Program HAM FIFA dalam mencegah pelanggaran HAM dan sejumlah poin yang harus dilakukan ketika terjadi pelanggaran HAM. Program-program ini termasuk mengembangkan penilaian risiko pelanggaran hak asasi manusia, menerapkan mekanisme pengaduan dan melaporkan hasil investigasi.
Di sisi lain, temuan awal TPF Koalisi Masyarakat Sipil menduga telah terjadi tindakan kekerasan yang disengaja dan sistematis oleh aparat keamanan. Koalisi juga menilai telah terjadi pelanggaran terhadap sejumlah peraturan Polri tentang hak asasi manusia dan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
“Selain itu, Pasal 19 Peraturan Keselamatan dan Keamanan Stadion FIFA melarang penggunaan gas air mata di stadion sepak bola. Dari sini jelas dan tegas FIFA memberikan sanksi kepada penyelenggara dan PSSI,” tambahnya.
Selain mendorong FIFA, koalisi juga mendorong pemerintah mengambil tindakan yang tepat untuk memberikan pemulihan bagi para korban dan keluarganya. Termasuk mendorong pemerintah membentuk tim pencari fakta independen.
Laporan Rilis Minggu Depan
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, tim Komnas HAM telah melakukan pemantauan dan penyelidikan langsung ke Malang terkait tragedi Kanjuruhan pada 2-10 Oktober 2022. Menurut Beka, tim telah meminta informasi dari berbagai pihak terkait kejadian ini, antara lain Manajemen Arema, pemain, polisi, TNI, hingga pemerintah daerah.
Komnas HAM juga memperoleh sejumlah dokumen dan barang bukti dari polisi dan korban yang belum pernah dipublikasikan di media sosial.
“Komnas HAM memperoleh sejumlah data dan bukti, termasuk dokumen kepolisian terkait pengamanan dan dokumen teknis lainnya,” kata Beka Ulung Hapsara, Rabu (12/10/2022).
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan, pihaknya akan meminta keterangan dari sejumlah pihak untuk menuntaskan penyidikan, antara lain Direktur PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), Direktur Indosiar, PSSI, dan Direktur Indosiar. Ia menargetkan laporan lengkap peristiwa di Kanjuruhan bisa disampaikan pekan depan.
“Yang kami lakukan adalah untuk para korban dan perbaikan sepak bola Indonesia. Agar tidak ada korban lagi,” jelas Anam.
Anam menambahkan, tim Komnas HAM telah menemukan beberapa hal penting terkait kejadian di Kanjuruhan yang mengakibatkan ratusan korban jiwa tersebut. Antara lain, permintaan perubahan jadwal pertandingan yang diajukan polisi kepada PT LIB. Namun permintaan tersebut ditolak oleh PT LIB.
Selain itu, Komnas HAM juga telah mengidentifikasi senjata dan penggunaan gas air mata yang digunakan oleh anggota polisi dari Brimob dan Sabhara.
Pekan lalu (7/10), Presiden Joko Widodo menyampaikan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden bahwa Indonesia tidak dihukum oleh FIFA menyusul insiden di Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang dan melukai 600 orang. Pemerintah telah menerima surat dari FIFA terkait keputusan ini yang ditandatangani oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino. Selanjutnya FIFA bersama pemerintah akan membentuk tim transformasi sepakbola di tanah air. [sm/ah]