Tekno  

Gagal Pernafasan Akut, Korban Tragedi Kanjuruhan Helen Prisella Meninggal

JawaPos.com-Sebelum dinyatakan meninggal kemarin (11/10) pukul 14.25, Helen Prisella sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Dr Saiful Anwar (RSSA) Malang selama sembilan hari.

Sebelumnya, warga Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang itu sempat berobat di Klinik Cakra Husada, Turen. Di sana, wanita berusia 20 tahun itu dirawat selama sehari.

Keesokan harinya, dia dibawa ke RSSA Malang. Menurut dokter yang merawatnya, dr Arie Zainul Fatoni SpAn, sejak tiba di RSSA, kondisi Helen agak kritis. Dia memiliki banyak trauma, atau cedera pada lebih dari satu sistem organ.

Selanjutnya, Helen mengalami luka di bagian wajah, dada, dan patah tangan. “Ada juga pendarahan di organ dalam,” kata ahli anestesi konsultan ICU, dikutip dari Jawa Pos Radar Malang.

Melihat kondisi Helen yang semakin memburuk, tim dokter memutuskan untuk melakukan operasi.

Operasi itu dilakukan 4 Oktober lalu. Sayangnya, langkah ini belum memberikan kemajuan berarti. Karena kondisinya semakin parah hingga detik-detik kematiannya.

“Untuk penyebab kematiannya, oksigenasi ke paru-parunya sangat buruk. Jadi, dia mati karena sindrom kesulitan pernapasan akut gagal napas berat atau akut,” jelas Arie.

Penyebab oksigenasi paru-paru yang buruk adalah karena cedera pada bagian luar paru-paru. Ditanya tentang kemungkinan menghirup gas air mata, Arie mengatakan dalam kasus Helen, yang terjadi adalah cedera pada bagian tubuh lainnya. Salah satunya adalah cedera pada paru-paru.

Deputi Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA, dr Syaifullah Asmiragani SpOT menambahkan, saat mengalami pendarahan, kondisi Helen menurun.

Tim dokter akhirnya melakukan operasi dan menemukan pendarahan yang cukup banyak. “Pendarahannya sekitar 500 cc,” kata dokter spesialis ortopedi itu.

Sementara itu, sejak awal RSSA merawat 9 korban di ICU. Seiring berjalannya waktu, ada tiga orang yang kondisinya membaik. Kemudian, ada juga dua yang sudah membaik, namun masih berada di ICU. Dan sisanya, stagnan dalam kondisi kritis.

Saat ini, ada lima pasien di ICU RSSA Malang yang dalam kondisi kritis. Dari jumlah itu, tiga di antaranya masih menggunakan alat bantu pernapasan. Empat orang yang tersisa ada di dalam ruangan perawatan yang tinggi.

“Beberapa korban yang masih dirawat adalah anak-anak. Terdiri dari tiga anak berusia 17 tahun dan satu anak berusia 10 tahun,” tambah Syaiful.

Ditanya tentang korban lain yang mengalami kondisi seperti iritasi pada mata, ia pun membenarkannya. Namun, yang bersangkutan sudah pulang karena kondisinya sudah membaik.

“Kami memberikan obat untuk mempercepat penyembuhan. Sampai saat ini belum ada yang mengeluhkan penglihatannya menurun,” ujarnya.

Selain luka fisik, sebagian besar korban juga mengalami masalah psikologis. Misalnya stres dan trauma. Kabar tersebut dibenarkan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa RSSA dr Ratri Istiqomah SpKJ.

“Kami memberikan bantuan sesuai kebutuhan para korban. Namun untuk korban yang berusia 10 tahun, bantuan sudah diberikan sejak awal,” katanya.

Redaktur : Ainur Rohman

Reporter : mel/by/Jawa Pos Radar Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published.