:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4186672/original/039588500_1665411637-Infografis_SQ_FIFA_Kawal_Transformasi_Sepak_Bola_Nasional_Usai_Tragedi_Kanjuruhan.jpg)
Perbesar
Infografis Transformasi Sepak Bola Nasional Garda FIFA Pasca Tragedi Kanjuruhan. (Liputan6.com/Abdillah)
Mochamad Iriawan selaku Ketua Umum PSSI sangat mengapresiasi langkah yang telah dilakukan Presiden Jokowi. Iriawan, seperti dilansir situs resmi PSSI, mengatakan pihaknya siap bekerja sama dengan FIFA dan Pemerintah untuk membuat action plan untuk kemajuan sepak bola Indonesia.
Rencana ini langsung direalisasikan setelah PSSI, FIFA, dan Pemerintah bertemu.
“Tentu setelah bertemu dengan FIFA dan Pemerintah, PSSI akan segera bekerja. Instruksi Presiden tentang stadion yang tidak layak untuk menggelar kompetisi juga menjadi perhatian kami,” tambah Iriawan.
Tak hanya itu, PSSI kemudian akan membentuk tim yang akan bekerjasama dengan FIFA dan Pemerintah sebagai percepatan tindak lanjut insiden di Stadion Kanjuruhan tersebut.
Sebenarnya, ini bukan kali pertama FIFA turun tangan untuk menyelesaikan persoalan seputar sepak bola Indonesia. Pada 2011, otoritas tertinggi sepak bola dunia itu harus membentuk panitia normalisasi untuk mengambil alih kepengurusan PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid.
Langkah ini diambil menyusul munculnya Liga Primer Indonesia (LPI) dan gagalnya Kongres PSSI di Pekanbaru, Riau. FIFA kala itu akhirnya melarang empat calon ketua umum, Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta mencalonkan diri dalam proses pemilihan selanjutnya.
Panitia normalisasi kemudian dipimpin oleh Agum Gumelar yang bertujuan untuk menyelenggarakan Kongres PSSI. Namun, Kongres yang sebenarnya berlangsung di Jakarta pada 20 Mei 2011 itu juga gagal. Pimpinan baru PSSI dipindahkan ke Djohar Arifin Husin melalui KLB PSSI di Solo, 9 Juli 2011.
Empat tahun kemudian, kekacauan kembali melanda sepak bola Indonesia. Kali ini dipicu konflik antara ketua umum terpilih, La Nyalla Mattalitti dan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahwari. Pada 17 April 2015, Menpora Imam Nahrawi membekukan PSSI dan tidak mengakui hasil KLB Surabaya.
FIFA kemudian membekukan keanggotaan Indonesia. Akibatnya, semua klub dan tim nasional Indonesia dilarang tampil di kejuaraan di bawah FIFA kecuali SEA Games di Singapura. Sanksi baru dicabut setahun kemudian melalui kongres FIFA ke-66 di Meksiko, 13 Mei 2016. Saat kisruh terjadi, Erick Thohir juga mendapat penugasan dari Pemerintah untuk membantu komunikasi dengan FIFA.
Mantan Sekjen PSSI Azwan Karim mengatakan, kehadiran FIFA kali ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. “Ini bukan kunjungan seremonial. Dari surat itu jelas FIFA telah memberikan lima poin yang harus dilakukan sepak bola Indonesia,” kata Azwan.
“Ini kesempatan yang bisa dibilang langka dimana FIFA dan AFC berpartisipasi secara langsung, bahkan Presiden FIFA juga datang. Jadi jangan disia-siakan,” pungkas Azwan.