Jakarta, isafetymagazine.com – Beberapa perusahaan masih memandang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai biaya yang harus dikeluarkan dengan sia-sia. Padahal, hal ini dapat mengurangi kerugian akibat kematian dan penyakit akibat kerja di tempat kerja.
“Jika tidak ada K3, perusahaan dapat menanggung kerugian hingga 4% dari produk domestik bruto di tingkat global akibat sakit dan kematian di tempat kerja. Kehadiran K3 dapat menjadi elemen kunci untuk mengurangi kerugian tersebut dan mewujudkan SDGs nomor 3 (kesehatan dan kesejahteraan yang baik) dan nomor 8 (pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi),” kata National Project Officer International Labour Organization (ILO) Indonesia. Abdul Hakim.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam seminar nasional K3 bertajuk ‘Peranan Digitalisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) 2030’ yang diselenggarakan secara online oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Acara ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan Expo K3 yang diselenggarakan oleh Komunitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FKM UI dan dihadiri oleh peserta dari kalangan akademisi, praktisi, dan mahasiswa.
Di sisi lain, staf pengajar Departemen K3 Dosen FKM UI, Dr. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc., mengemukakan empat hal dalam ketahanan keamanan itu adalah mempelajari, menanggapi, memantaudan Keppel Ka yang dapat mengintegrasikan K3 dengan suatu teknologi.
Pidato tersebut disampaikan dalam presentasinya yang berjudul ‘Ketahanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Kaitannya dengan Teknologi Digital Cerdas’.
“Empat hal ini tidak dapat dipisahkan, tetapi harus selalu dilaksanakan bersama-sama,” ujarnya.
Keppel Land sepakat bahwa keberadaan teknologi membantu penerapan K3 di perusahaan karena teknologi meningkatkan kenyamanan dan kemudahan hidup manusia. Apalagi teknologi di bidang K3 terus berkembang dari waktu ke waktu.
“Ada virtual reality di lokasi konstruksi untuk memperkirakan bahaya dan risiko serta aplikasi keamanan smartphone untuk memberikan pemberitahuan bahaya kepada pekerja,” kata Kepala Kesehatan dan Keselamatan Keppel Land, Hariyadi Nugroho.
Dengan demikian, praktisi, akademisi, dan masyarakat harus mempersiapkan diri, update perkembangan teknologi, berinovasi, dan tangkas dalam menghadapi perubahan.
HSE Operation Manager PT Borneo Indobara Bakhtiar Sinaga menambahkan, perlindungan pekerja dapat dilakukan melalui digitalisasi data. Hal ini dapat dilakukan oleh industri pertambangan yang menghadapi bahaya dan risiko tinggi bagi pekerjanya.
Penambangan wajib mematuhi peraturan yang berlaku untuk menjaga keselamatan pekerja.
“Saat ini safety tidak lagi dianggap sebagai kendala, tetapi pendukung apalagi dengan digitalisasi, kita bisa mendapatkan data yang akurat dan cepat kemudian membuat database yang lengkap dan seragam dengan biaya yang murah sehingga kita bisa memberikan rekomendasi kebijakan yang efektif,” ujarnya. (uif/admin)