Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis Indonesia akan menjadi salah satu dari 7 negara dengan produk domestik bruto atau PDB terbesar di dunia pada 2030-an.
Ia mengatakan, hal tersebut dapat tercapai jika semua pihak menjaga konsistensi dalam melakukan transformasi untuk mengelola potensi dan kekayaan alam Indonesia.
“Targetnya dari yang kita hitung nanti di tahun 2030-an, Indonesia akan menjadi nomor 7 dalam GDP terbesar dunia dan pada saat Indonesia emas, kita hitung, kita sudah berada di 4 besar atau 5 besar ekonomi dunia, karena Asalkan konsistensi ini terus kita jaga. Jaga diri,” ujarnya saat meresmikan pembukaan Kongres XII Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Musyawarah Nasional XI Istri Veteran Republik Indonesia (PIVERI). ) di Balai Sarbini, Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Presiden mengatakan konsistensi yang harus dijaga adalah transformasi pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki, salah satunya dengan konsisten menghentikan ekspor bahan baku melalui hilirisasi industri yang telah dilakukan.
“Konsistensi itu terus kita pertahankan dan kita terus ingatkan, jangan kembali ke ekspor mentah lagi, hati-hati kita semua harus ingatkan ini. Walaupun sekali lagi kita digugat, tapi kalau digugat karena ragu dan muncul lagi. , kapan kita bisa menikmati komoditas dan kekayaan alam yang dimiliki negara kita ini,” kata Presiden.
Baca juga: BPS: Tiga Besar Kontributor PDB Nasional, Pertanian Sumbang 12,98 Persen
Selain itu, Kepala Negara juga menjelaskan bahwa upaya lain yang dapat menciptakan lompatan nilai tambah ekonomi adalah dengan mengambil alih saham perusahaan asing yang mengelola potensi kekayaan alam Indonesia, seperti yang telah dilakukan terhadap PT Freeport Indonesia dan Blok Rokan.
Baca juga: PDB Indonesia Diprediksi Capai USD 3 Triliun pada 2045
“Ini transformasi teknologi, ada transformasi ekonomi yang kadang tidak kita sadari,” kata Kepala Negara.
“Dulu kita dapat dividen 9 persen, sekarang kita dapat dividen 51 persen, pajaknya jelas lebih besar, kita mendapatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), kemudian kita mendapatkan bea keluar yang lebih tinggi, setelah dihitung dari pendapatan mereka, kita masuk 70 persen ke dalam negeri, dari sebelumnya hanya dividen 9 persen,” lanjutnya.