Tekno  

KADIN dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

Merdeka.com – Pada tahun 90-an, Amartya Sen memperkenalkan kebijakan pembangunan dengan pendekatan kapabilitas yang menempatkan kesejahteraan sumber daya manusia (SDM) sebagai tujuan utama, sehingga kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan.

Seiring berjalannya waktu, pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi melahirkan era baru yang membutuhkan banyak adaptasi dari sumber daya manusia. Kontribusi sumber daya manusia dengan keterampilan dan kemampuan yang tinggi sangat diperlukan untuk mengimbangi perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi (Azhar, 2020).

Perkembangan Kondisi Sumber Daya Manusia Indonesia

Hingga saat ini, kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih tergolong rendah. Data BPS menunjukkan bahwa angkatan kerja di Indonesia masih didominasi lulusan SD ke bawah (belum/belum pernah sekolah/belum tamat SD/Lulusan SD), yaitu 39,10 persen (Februari 2022).

Tenaga kerja dengan pendidikan terakhir SMP sebanyak 18,23 persen, SMA 18,23 persen dan SMK 11,95 persen. Sementara itu, hanya 12,60 persen angkatan kerja dengan pendidikan akhir diploma I/II/III dan pendidikan universitas (BPS, 2022). Padahal salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan dan pelatihan yang dapat beradaptasi dengan perubahan sosial di masyarakat.

Di sisi lain, data terkait pengangguran berdasarkan pendidikan terakhir didominasi SMK sebesar 10,38 persen (Februari 2022). Pengangguran tamat SD ke bawah 3,09 persen, SLTP 5,61 persen, SLTA 8,35 persen. Sedangkan pengangguran dengan pendidikan terakhir diploma 6,09 persen dan perguruan tinggi 6,17 persen (BPS, 2022).

Pemerintah Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas unggul sebagai modal utama dalam mencapai tujuan pembangunan nasional dan mampu bersaing di segala bidang di ranah global. Selain itu, dengan kualitas SDM yang unggul, taraf hidup masyarakat dan perekonomian juga akan meningkat.

Inovasi dan kreativitas menjadi kunci utama peningkatan kualitas sumber daya manusia di era globalisasi. Dinamika ekonomi dan sosial saat ini membuktikan bahwa kreativitas dan inovasi memberikan pilihan, peluang dan dampak yang besar bagi peningkatan sumber daya manusia (Suciu, et al., 2018).

Sumber Daya Manusia dan Dunia Usaha

Seiring dengan perkembangan revolusi industri yang terjadi saat ini, dunia usaha membuka peluang kerja yang berbasis kreativitas dan inovasi. Saat ini perkembangan industri dalam negeri membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, inovatif dan kreatif sebagai ujung tombak daya saing ekonomi. Masalah utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah ketidaksesuaian antara dunia pendidikan dan dunia usaha.

Kesenjangan pendidikan menggambarkan bahwa latar belakang pendidikan tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja/industri (Effendi, et al., 2019). Banyak negara, termasuk Indonesia, yang kurang berhasil dalam memberikan pendidikan karena para pemangku kepentingan tidak memahami konsepnya, sehingga kurikulum yang disusun hanya ditujukan untuk akademisi yang tidak diterapkan di industri (Suharno, et al., 2020).

Dalam rangka menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, berkualitas, dan relevan dengan tuntutan dunia kerja yang semakin berkembang, kerjasama antara dunia pendidikan dan dunia kerja sangat diperlukan. Untuk itu, pemerintah secara aktif mendorong keterlibatan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) untuk turut mendukung dan mengembangkan sumber daya manusia dalam proyeksi revitalisasi vokasi.

Oleh karena itu, dunia usaha menaruh harapan besar terhadap visi pemerintah untuk merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022. Peraturan Presiden ini mengatur tentang penyusunan Sistem Informasi Pasar Tenaga Kerja oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Dengan adanya Perpres tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah ketidaksesuaian pendidikan dan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia nasional secara efektif dan efisien. Tentunya dalam pelaksanaannya membutuhkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha melalui KADIN.

Peran KADIN dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

KADIN sebagai representasi dunia usaha dalam Tim Koordinasi Nasional akan fokus memberikan masukan dalam penyusunan Strategi Nasional Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi yang berorientasi pada kebutuhan dunia usaha (didorong oleh permintaan). Hal ini dilakukan KADIN untuk mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan solusi yang tepat sasaran dalam dunia pendidikan nasional.

Selain merevitalisasi sistem dan kebijakan di tingkat nasional, secara internal KADIN juga akan mempersiapkan diri untuk menjalankan tugas yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2022. Perpres tersebut antara lain mempercayakan KADIN untuk menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI); mendukung ketersediaan tenaga pendidik, pengajar, sarana, dan prasarana; juga menilai (penilai) dalam Uji Kompetensi di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); serta mempersiapkan kapasitas KADIN Provinsi dan Kabupaten/Kota yang akan menjadi bagian dari Tim Koordinasi Revitalisasi Kejuruan di tingkat daerah.

Dalam waktu dekat, KADIN akan memulai program Capacity Building untuk 4 KADIN provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Program ini menargetkan Kamar Dagang dan Industri Provinsi untuk memberikan layanan yang mendukung perusahaan untuk melaksanakan pendidikan kejuruan yang efisien & bermanfaat.

Program ini juga sebagai sosialisasi dan kampanye kepada perusahaan tentang manfaat pendidikan dan pelatihan vokasi sehingga perusahaan akan meningkatkan minatnya dalam menyerap lulusan vokasi atau bahkan menyelenggarakan pendidikan vokasi secara mandiri.

KADIN memandang penting untuk mengubah citra pendidikan vokasi sebagai pendidikan ‘kelas dua’, dan membentuk kembali cara pandang masyarakat dan dunia industri terhadap proposisi nilai pendidikan vokasi dengan lulusan siap kerja. Tentunya didukung dengan penerapan praktik yang baik dan sistem vokasi yang ideal.

KADIN melihat banyak kerjasama yang terjalin antara SMK dan industri, baik secara mandiri maupun melalui program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kami mengapresiasi berbagai program kemitraan pendidikan dan industri yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seperti SMK Center of Excellence dan Kedaireka Matching Fund.

Kami juga mengapresiasi upaya Kementerian Perindustrian untuk mendukung pendirian beberapa Politeknik yang dibutuhkan oleh industri. Dari sisi industri, kemitraan dengan SMK sebagian besar didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja yang kompeten dan kesadaran bahwa SMK berdampak positif terhadap produktivitas perusahaan.

Meski demikian, KADIN memandang bahwa kerjasama atau kemitraan antara SMK dan industri sebagai salah satu instrumen penyelenggaraan diklat juga perlu dibakukan. Standardisasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa kemitraan antara sekolah kejuruan dan industri mengarah pada peningkatan sistem kejuruan ideal yang berkelanjutan, bukan hanya program untuk jangka waktu tertentu.

KADIN juga menyoroti pergeseran substansi kemitraan vokasi antara sekolah dan industri, yang tidak hanya fokus pada peningkatan sarana dan prasarana fisik tetapi mulai menyentuh sistem. Misalnya, banyak sekolah menerapkan kurikulum yang disiapkan oleh industri melalui Skema Kurikulum Mandiri. Hal ini merupakan sinyal baik dari keterbukaan dunia pendidikan terhadap spesifikasi kebutuhan industri. Dalam program semacam ini, kami juga mengapresiasi perusahaan yang berdedikasi untuk mendukung penerapan kurikulum berbasis industri, termasuk dengan membantu komunikasi dan prosedur yang diperlukan dengan Dinas Pendidikan terkait.

Selain kurikulum, kerjasama SMK dan industri juga menyasar dukungan guru yang berkualitas seperti praktisi yang mengajar di sekolah atau melatih siswa di dunia kerja. Ada juga industri yang membantu peningkatan kapasitas guru atau dosen dengan memberikan pelatihan. Namun, KADIN memandang perlu adanya model ideal good practice yang dapat diikuti untuk mengejar ketertinggalan dari Indonesia dalam hal pendidikan dan pelatihan vokasi. Misalnya dengan fokus pada pengembangan standar kualifikasi dan sertifikasi pelatih tempat kerja.

Namun, ketersediaan kurikulum dan guru yang berkualitas hanya dapat dinikmati oleh segelintir SMK yang memiliki jaringan kuat dengan industri. Selain itu, masih banyak SMK yang belum mampu mengakses kurikulum yang berkualitas dan guru dari industri. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah kejuruan dan perguruan tinggi harus didasarkan pada tuntutan industri, baik dari segi jenis maupun keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan.

Oleh karena itu, KADIN mendorong adanya sistem nasional penyusunan kurikulum dan kualifikasi guru berbasis kebutuhan industri, sehingga dapat diterapkan secara merata di seluruh SMK di Indonesia.

(ii) membutuhkan lebih banyak insentif berkelanjutan memastikan keikutsertaan dunia usaha dalam program revitalisasi sistem vokasi ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.