Tekno  

Kesimpulan dan Rekomendasi Acara Gabungan Tim Pencari Fakta Independen (TGIPF) Stadion Kanjuruhan

  1. Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, dimana terjadi kerusuhan pasca pertandingan sepak bola antara Arema vs Persebaya pada 1 Oktober 2022, terjadi karena PSSI dan pemangku kepentingan liga sepak bola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan perannya masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai aturan dan standar. yang telah dibuat sebelumnya, dan menyerahkan tanggung jawab kepada pihak lain. Sikap dan praktik seperti inilah yang menjadi akar permasalahan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepakbola kita, sehingga diperlukan langkah perbaikan yang drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional.
  1. Langkah pimpinan kepolisian yang telah melakukan proses pidana dan tindakan administratif dengan memberhentikan sejumlah pejabat telah menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diapresiasi. Namun tindakan ini juga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian No: Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DIINTTELKAM tanggal 29 September 2022 yang dilakukan oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jatim.
  1. Polri dan TNI juga perlu segera menindaklanjuti penyidikan terhadap aparat Polri dan TNI serta pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan dalam kerusuhan pasca pertandingan Arema vs Persebaya 1 Oktober 2022, seperti pemberian gas air mata, menembakkan gas air mata ke penonton (stand) yang berdiri di depan orang banyak. diduga dilakukan di luar komando, pengelola Stadion Kanjuruhan yang tidak memastikan semua pintu terbuka, Arema FC, dan PSSI yang tidak mengawasi keamanan dan kelancaran pertandingan.
  1. Polisi juga perlu segera menindaklanjuti penyidikan terhadap suporter yang terprovokasi, seperti yang pertama kali masuk lapangan sehingga diikuti suporter lainnya, suporter yang melempar suar, merusak mobil di dalam stadion, dan membakar mobil di luar stadion.
  1. Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, tetapi di negara yang memiliki landasan moral dan etika serta budaya yang luhur, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Pengurus Besar mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral. untuk 712 korban, yang pada saat laporan ini disusun. 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan, beberapa di antaranya dapat berdampak jangka panjang.
  1. Untuk menjaga kesinambungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan sepak bola nasional, para pemangku kepentingan PSSI diminta untuk mempercepat Kongres atau mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan manajemen PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggung jawab, dan bebas dari konflik kepentingan. Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepak bola profesional di bawah PSSI, yakni Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, hingga ada perubahan dan kesiapan signifikan PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepak bola di tanah air. Adapun pertandingan sepak bola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan tetap memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan pihak keamanan.
  1. Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik, PSSI mendesak untuk merevisi anggaran dasar dan peraturan PSSI. PSSI juga mendesak untuk menerapkan prinsip keterbukaan informasi publik terhadap berbagai sumber dan penggunaan keuangan, serta berbagai lembaga kegiatan usaha di bawah PSSI.
  1. Dalam rangka membangun sepak bola nasional yang beradab dan bermakna bagi kepentingan umum, penyelamatan PSSI tidak cukup hanya berpedoman pada Peraturan PSSI yang banyak bertentangan dengan prinsip tata kelola organisasi yang baik, tetapi juga perlu dilandasi dengan prinsip menyelamatkan masyarakat. kepentingan/keselamatan rakyat (salus populi suprema lex esto). Dasar dari ketaatan pada aturan resmi dan postulat keselamatan umum adalah aturan moral dan nilai-nilai etika yang telah menjadi budaya dalam kehidupan berbudaya kita.
  1. Untuk menjamin kesejahteraan pemain, PSSI perlu segera memastikan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang olahraga terkait jaminan ketenagakerjaan, dimana pemain berhak mendapatkan BPJS sebanyak 4 program jaminan sosial yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.

Kesimpulan

PSSI:

  1. Tidak melakukan sosialisasi/pelatihan yang memadai tentang peraturan FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia penyelenggara, aparat keamanan maupun suporter;
  2. Tidak mempersiapkan personel match commissioner yang memahami tugas dan tanggung jawabnya, serta sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan SOP yang berlaku;
  3. Tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif untuk organisasi Liga-1;
  4. Keengganan PSSI untuk bertanggung jawab atas berbagai insiden/kecelakaan dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin dalam peraturan PSSI (peraturan keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam penyelenggaraan pertandingan;
  5. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Liga oleh PSSI;
  6. Adanya regulasi PSSI yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dalam struktur kepengurusan, khususnya unsur pimpinan PSSI (Komite Eksekutif) yang diperbolehkan berasal dari pengurus/pemilik klub;
  7. Masih terdapat praktik yang tidak memperhatikan faktor kesejahteraan petugas di lapangan;
  8. Tidak menjalankan tugas dan kewajibannya dalam pengawasan pertandingan sepak bola Liga Indonesia dan pembinaan klub sepak bola di Indonesia.

Liga Indonesia Baru (PT.LIB):

  1. Tidak mempertimbangkan faktor risiko (high risk match) dalam menentukan jadwal pertandingan dan mengutamakan faktor keuntungan komersial (orientasi bisnis) dari jam tayang di media.
  2. Tidak mempertimbangkan track record/reputasi, dan kompetensi terkait kualitas pejabat, ketua panitia pelaksana (telah mendapat sanksi dari PSSI)
  3. Dalam penunjukan satpam tidak melakukan pemeriksaan kompetensi (pembekalan hanya dilakukan melalui video conference zoom meeting selama 2 jam, dan sertifikasi diberikan karena keperluan investigasi terkait pada 3 Oktober 2022)
  4. Personil yang bertugas melakukan pengawasan di lapangan belum optimal dalam menjalankan tugasnya.
  5. Absennya unsur pimpinan PT. LIB sebelum pertandingan sampai pertandingan berakhir.

Komite Eksekutif:

  1. Tidak memahami tugas dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan pertandingan,
  2. Tidak mengetahui adanya ketentuan spesifikasi teknis terkait standar stadion untuk penyelenggaraan pertandingan sepak bola, terutama yang berkaitan dengan aspek keselamatan manusia.
  3. Tidak memperhitungkan penggunaan pintu untuk menangani evakuasi penonton dalam keadaan darurat (pintu masuk juga berfungsi sebagai pintu keluar dan pintu darurat, sedangkan ada pintu lain yang dapat digunakan dan lebih besar)
  4. Tidak memiliki SOP tentang keharusan dan larangan penonton di area stadion (Safety Briefing).
  5. Tidak menyiapkan personel dan peralatan yang memadai (HT, Loudspeaker, Megaphone)
  6. Tidak mempersiapkan rencana dalam menghadapi keadaan darurat.
  7. Tidak memperhitungkan kapasitas stadion, sedangkan dalam penjualan tiket penonton belum diterapkan sistem digitalisasi termasuk sistem masuk stadion.
  8. Tidak menyediakan penerangan yang memadai di luar stadion.
  9. Tidak mensosialisasikan berbagai ketentuan dan larangan terhadap petugas keamanan.
  10. Tidak memperhitungkan jumlah steward sesuai kebutuhan lapangan.
  11. Tidak cukup mempersiapkan tim medis.

Petugas Keamanan (SO):


  1. Tidak memahami tugas dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan pertandingan
  2. Tidak dapat mengkoordinasikan semua elemen keamanan.
  3. Tidak menyampaikan tentang keharusan dan larangan dalam pertandingan.
  4. Pasukan keamanan:
  5. Tidak pernah mendapatkan pembekalan/pelatihan tentang larangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan sesuai dengan aturan FIFA.
  6. Tidak ada sinkronisasi antara regulasi keamanan FIFA (FIFA Stadium Safety and Security Regulations) dengan regulasi Kapolri dalam penanganan pertandingan sepak bola.
  7. Tidak ada TFG (Tactical Floor Game) dari seluruh unsur aparat keamanan (Brimob, Dalmas, Kodim, Yon Zipur-5)
  8. Tidak mengikuti langkah-langkah sesuai Pasal 5 Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. (Tahap I: Pencegahan; Tahap II: Perintah Lisan; Tahap III: Kontrol Tangan Kosong Lembut; Tahap IV: Kontrol Tangan Kosong Keras; Tahap V: Kontrol Senjata Tumpul, Senjata Kimia/Gas Air Mata, Semprotan Cabai; Tahap VI: Penggunaan Senjata Api)
  9. Menembak gas air mata secara membabi buta ke arah lapangan, tribun, dan luar lapangan.

Pendukung:

  1. Tidak mengetahui/mengabaikan larangan memasuki area lapangan pertandingan, termasuk larangan melempar flare ke dalam lapangan.
  2. Melakukan tindakan dan mengeluarkan kata-kata yang provokatif dan terhadap petugas.
  3. Melakukan tindakan terhadap petugas (melempar benda keras, dan memukuli pemain dan petugas cadangan Arema).

Leave a Reply

Your email address will not be published.