Tekno  

Komisi III DPR Cium Indikasi Judi Jelang Tragedi Stadion Kanjuruhan

Malang: Komisi III DPR RI mencium adanya indikasi perjudian dalam laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Pertandingan berakhir dengan skor imbang. 2-3 untuk tim tamu, Persebaya.

“Saya mantan PSSI sejak 2005. Jadi saya tahu betul situasi main bola. Main siang dan main malam beda. Kalau main malam, jelas penonton dulu pasti lebih banyak. Main di malam dengan hak siar TV pasti lebih mahal. Main malam indikasi judi Ada ini. Ini juga perlu diwaspadai,” kata Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, Kamis 13 Oktober. 2022.

Arteria curiga dengan laga Derby Jatim yang dihadiri ribuan suporter Arema FC, Aremania. Karena saat itu kondisi stadion sudah penuh dengan suporter tim Arema FC, namun justru tim tuan rumah yang kalah.

“Saya tidak bilang ini judi, tapi indikasi ini harus kita lihat. Kalau ada judi, main imbang saja sudah untung, itu bandar. Jadi ini harus digali sedalam-dalamnya,” ujarnya. dikatakan.

Apa pendapat Anda tentang artikel ini?

Arteria menegaskan, Komisi III DPR RI akan turun langsung mengusut tragedi tersebut. Dia ingin kejadian ini diusut tuntas.

“Tujuannya untuk mengusut tuntas, tuntas. Makanya kami datang hari ini untuk mencari kebenaran fakta. Kami ingin fakta yang sebenarnya,” jelasnya.

Prosedur SOP Kontrol Massa Kesalahan Murni

Arteria mengatakan, pihaknya saat ini sedang mengkaji prosedur SOP pembuatan kebijakan dari seluruh pemangku kepentingan terkait. Terutama pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan pertandingan sepak bola sebelum tragedi itu terjadi.

“Dari situ kita bisa melihat di mana ada kesalahan, kekhilafan, kekeliruan, dan penyimpangan. Tidak boleh ada kehidupan yang halal atas nama sepakbola. Ini bukan atas nama sepakbola, tapi ini jelas atas nama SOP pengendalian massa. kesalahan prosedur,” jelasnya.

Arteria menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya, pintu stadion masih ditutup usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya malam itu. Hal ini dikatakan menjadi salah satu penyebab banyaknya korban jiwa.

“Biasanya ada hitungannya, 10-15 menit terakhir pintu harus dibuka. Pola koordinasinya gimana, yang satu lempar gas air mata. Gas air mata dipakai untuk mengusir. Tapi di bawahnya dijaga agar tidak keluar. Ini dia pola komunikasi keamanan,” jelasnya.

“Kami juga akan cek lagi, benarkah sosialisasi pasal 19 (aturan FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata) tidak diketahui aparat penegak hukum. Lucu, siapa yang mengamankan tapi tidak tahu aturannya,” dia menambahkan.

Di sisi lain, Arteria mengakui, DPR RI sejauh ini belum berencana membentuk pansus terkait tragedi Stadion Kanjuruhan. Sebab, pemerintah sendiri telah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGIPF).

“Tidak perlu Pansus, karena semuanya sudah berjalan. Pansus itu untuk kepentingan penyidikan. Kalau tidak berjalan sesuai kondisi yang kita inginkan, DPR pasti akan meminta Pansus. DPR bilang, tolong diusut tuntas,” tegasnya.

Arteria sepakat Pansus merupakan upaya terakhir dalam mengusut tragedi Stadion Kanjuruhan. Meski begitu, dia memastikan bahwa insiden ini akan diselidiki secara menyeluruh.

“Apapun itu, ada kepentingan yang lebih besar. Seumur hidup pun tidak boleh halal atas nama apapun. Apalagi ini terjadi bukan karena nonton bola, bukan karena main bola, tapi karena apa? Setelah bola dibubarkan, orang bisa mati, ratusan orang,” jelasnya.

(SARANG)

Leave a Reply

Your email address will not be published.