KOMPAS.com – Era ekonomi digital memungkinkan masyarakat untuk bertransaksi lebih mudah. Dalam beberapa tahun terakhir, adopsi ekonomi digital juga telah berkembang.
Keterbatasan masyarakat untuk berinteraksi secara fisik di masa pandemi Covid-19 dinilai mempercepat adopsi ekonomi digital. Hal ini juga didukung oleh penyedia layanan perbankan di Indonesia.
Di sisi lain, kondisi ini menimbulkan tantangan baru. Salah satunya adalah keamanan siber (keamanan cyber).
Karena berkaitan dengan data sensitif, sektor perbankan dan jasa keuangan (jasa keuangan) dianggap sebagai sektor vital yang rentan terhadap serangan siber (serangan siber).
Karena itu, keamanan cyber dianggap sebagai elemen penting bagi keberlanjutan era ekonomi digital, khususnya di sektor perbankan dan jasa keuangan.
Untuk diketahui, Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris mendefinisikan keamanan cyber sebagai cara untuk mengurangi risiko serangan siber.
Keamanan dunia maya juga terkait dengan upaya pengamanan perangkat digital, seperti: smartphonelaptop, tablet dan komputer, dari pencurian data terutama data pribadi yang berhubungan dengan jasa keuangan.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan serangan siber yang menargetkan Bank Sentral Bangladesh pada 2016 telah meningkatkan kesadaran sektor perbankan akan pentingnya hal itu. keamanan cyber. Serangan itu juga menunjukkan serangan siber bisa terjadi kapan saja.
Serangan yang menimbulkan kerugian sekitar 101 juta dolar AS itu memanfaatkan celah keamanan SWIFT, yakni sistem pembayaran elektronik skala global.
Menurut Dewan Risiko Sistemik Eropa, serangan siber berasal dari beberapa sumber. salah satunya adalah penjahat dunia maya. Mereka melakukan pencurian uang, penipuan transfer dana, dan pencurian identitas untuk keuntungan finansial.
Lalu ada teroris. peretasdan ancaman orang dalam. Kelompok ini mengganggu tatanan normal berdasarkan ideologi tertentu. Mereka sering melakukan kebocoran dan serangan data pribadi Kegagalan layanan yang dapat menyebabkan gangguan layanan.
Lebih-lebih lagi, serangan siber juga dilakukan oleh kelompok yang disponsori oleh negara tertentu. Kelompok ini bertujuan untuk melakukan gangguan, perusakan, pengintaian, atau kegiatan untuk keuntungan finansial yang dimotivasi oleh hal-hal geopolitik dan ideologis.
Misalnya, mereka dapat melakukan serangan berupa kerusakan jaringan tenaga listrik, gangguan sistem pembayaran, dan penipuan transfer di negara tertentu untuk kepentingan negara sponsor.
Literasi digital dan keuangan masyarakat Indonesia
Tantangan di era ekonomi digital semakin meningkat dengan literasi digital masyarakat Indonesia yang cenderung rendah. Padahal, tingkat penggunaan perangkat digital terbilang tinggi. Kondisi ini memperbesar celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan serangan siber demi keuntungan.
Hal ini tergambar dalam survei yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Katadata Insight Center (KIC). Survei ini menemukan bahwa Indeks Literasi Digital Indonesia berada pada level sedang dengan skor 3,49 dari skala 5.
Tidak hanya itu, rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia juga terlihat dari 79,6 juta pengguna internet yang memanfaatkan akses internet. jaringan pribadi virtual (VPN).
Jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta per Januari 2022. Artinya, lebih dari sepertiga pengguna internet di Indonesia menggunakan akses VPN.
Sebagai informasi, VPN yang bersifat rahasia dianggap sebagai cara yang aman untuk mengakses internet dengan menggunakan metode enkripsi.
Tugas VPN adalah mengenkripsi lalu lintas internet dan menyamarkan identitas pengguna. Oleh karena itu, VPN sering digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencuri data.
Tidak hanya literasi digital, literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019 menemukan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 38,03 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen.
Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat penggunaan produk keuangan tidak sejalan dengan pemahaman nasabah terhadap produk tersebut.
Hal itu diamini oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono. Pada Seminar Internasional Digital Financial Inclusion yang digelar Rabu (2/2/2022), Budi mengatakan literasi keuangan masyarakat Indonesia tidak sejalan dengan peningkatan akses keuangan digital yang terjadi di masa pandemi Covid-19. pandemi.
“Kondisi ini meningkatkan risiko penyalahgunaan data pribadi, penipuan dalam aplikasi, penggunaan algoritma berbahaya, dan praktik penagihan utang yang tidak tepat,” kata Doni seperti diberitakan. Katadata.comRabu.
Dukungan pemerintah dan upaya sektor perbankan
Sebagai upaya untuk melindungi data dan mencegah serangan siberKementerian Komunikasi dan Informatika mendorong pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi undang-undang (UU).
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga rutin menggelar kegiatan edukasi terkait literasi digital. Salah satu poin yang dikedepankan adalah keamanan digital (keamanan digital).
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama OJK juga melakukan pengawasan terhadap platform keuangan digital.
Kedua lembaga tersebut juga mengedukasi masyarakat melalui kreasi siber Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) melalui Program Nasional Literasi Digital bertajuk Indonesia Lebih Mampu Secara Digital.
Salah satu tema yang diusung dalam program ini adalah investasi digital dan teknologi keuangan (tekfin). Melalui program ini, masyarakat diharapkan dapat mempelajari berbagai hal terkait keuangan digital.
“(Masyarakat dapat) belajar berinvestasi menggunakan platform digital dengan aman dan nyaman, serta memberantas tekfin palsu dan ilegal,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Selain itu, OJK juga memperbarui regulasi terkait keamanan jasa keuangan. Salah satunya tentang penerapan teknologi informasi oleh bank umum.
Melalui Peraturan OJK atau POJK Nomor 11 Tahun 2022, bank umum wajib menerapkan manajemen risiko dalam penerapan teknologi dan informasi.
Kemudian, OJK juga meminta lembaga jasa keuangan untuk menerapkan model kepercayaan nol, yaitu konsep keamanan tidak mempercayai siapa pun. Artinya, pengguna diwajibkan untuk melakukan otentikasi, otorisasi, validasi konfigurasi, dan postur keamanan saat melakukan transaksi keuangan dalam layanan digital.
OJK juga menerbitkan POJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital. Melalui kebijakan ini, lembaga jasa keuangan wajib menerapkan sistem berbasis keamanan manajer akses keamanan.
Selain itu, OJK juga menerbitkan POJK Nomor 13 Tahun 2016 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi dan POJK Nomor 4/POJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.
Sejalan dengan upaya pemerintah, sektor perbankan dan jasa keuangan juga diperkirakan akan menguat keamanan cyber dalam rangka menjaga keamanan pengguna dengan tetap menjaga kelangsungan bisnis.
Untuk mengakomodir hal tersebut, perusahaan perangkat lunak keamanan siber jaringan global, Trend Micro, memberikan solusi yang mencakup tiga lapisan, yaitu keamanan titik akhir, keamanan pertahanan jaringan, sebaik keamanan cloud hibrida dalam bentuk fiskal, virtual, awan, wadahdan beberapa sistem operasi (OS) platform.
Selain itu, Trend Micro juga menggelar Banking, Financial Services, and Insurance (BFSI) Cybersecurity Summit 2022 di Ballroom 1 Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Selasa (11/10/2022).

Seminar ini tidak hanya ditujukan untuk kepala petugas informasi (CIO), kepala petugas keamanan informasi (CISO), kepala pusat operasi keamanan (SOC), kepala teknologi informasi, dan kepala aplikasitetapi juga masyarakat umum.
Sejumlah panelis di bidang awan dan keamanan cyber menghadiri seminar tersebut. Mereka membahas manajemen risiko permukaan serangan digital yang berfokus pada penemuan, prioritas, dan mitigasi risiko siber bagi perbankan dan jasa keuangan di Indonesia.
Topik yang diangkat dalam seminar tersebut adalah Digital Attack Surface Trends and Insights, Evolution of Security Operations in Bank and Financial Service, Zero Trust Model: Identity-Based Approach vs. Risk-Based Approach, dan Skill Sets and Knowledge to Manage The Next Generation Threat . .
Untuk mengikuti acara tersebut, Anda dapat mengunjungi tautan berikut.