bel dari “pihak tertuduh” yang diduga terlibat dalam memimpin opini publik melalui narasi yang tidak berempati dalam tragedi itu Kanjuruhan. Namun, mereka masih dianggap kurang dominan dibandingkan dengan suara publik yang menuntut keadilan.
Sebelumnya, 131 orang dinyatakan tewas usai laga Arema Malang vs Persebaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10). Berbagai bukti video dan kesaksian pendukung menunjukkan bahwa gas air mata polisi diduga kuat menjadi pemicu tewasnya para pendukung.
Saat dunia sedang berduka, banyak akun yang membela penguasa, menyalahkan suporter sepak bola, dan mengeluarkan pendapat, meminjam istilah yang dipopulerkan politisi PSI Giring Ganesha, yang ‘tidak berempati’.
Akun yang tidak memiliki pengikut @OpahComel18, misalnya, mengatakan bahwa stadion bisa dirusak oleh penggemar jika pihak berwenang tidak melakukan tugasnya.
Akun @fahmidore yang mencurigai akun tersebut adalah buzzer. “Sumpah saya bela polisi dengan akun buzzer 0 follower, Mbak, saya tidak punya akun lagi untuk tahun 2021-2022. Dan biasanya Nenek, tidak ada akun pemburu giveaway, yo akun politik.”
Sumpah aku bela polisi dengan akun buzzer 0 follower, Nenek udah gak punya akun lagi gak tau 2021-2022 π
Dan biasanya Nenek bukan akun giveaway hunter, atau akun politik. https://t.co/dz6gb8l3vb pic.twitter.com/Ox5ScPIgSuβ DoSiLaSol (@fahmidore) 3 Oktober 2022
Ada juga saya @N3wn1ex03 yang mengatakan bahwa tindakan anarkis para penggemar yang memicu tindakan polisi.
“Intinya kalau tidak ada anarkis, tidak akan ada tindakan dari penguasa. Jika pendukung anarkis dilindungi, dibiarkan saja, tidak akan ada sanksi. Mereka akan selalu sama. Yang harus sadar diri adalah setelah nonton pertandingan semua sudah pulang, bubar, tenang.dia berkicau.
Intinya kalau tidak ada anarkis, tidak akan ada tindakan dari penguasa. Jika pendukung anarkis dilindungi, dibiarkan saja, tidak akan ada sanksi. Mereka akan selalu sama.
Yang harus sadar diri adalah setelah nonton pertandingan semua sudah pulang, bubar, tenang.
β Nunikvico (@N3wn1ex03) 4 Oktober 2022
Warganet @NovalNovian25 pun menyematkan screenshot sejumlah akun yang disebutnya sebagai buzzer. Foto tersebut memperlihatkan sejumlah akun yang cenderung membela polisi.
“Buzzer membela polisi, saya akan pergi ke Serang saja,” tulis pemilik akun tersebut.
Buzzer membela polisi, saya akan pergi ke Serang saja pic.twitter.com/l4OFbfX2vD
β Noval Novian (@NovalNovian25) 3 Oktober 2022
Selanjutnya, akun @JisooSukoharj0 yang menyebut penggunaan gas air mata tidak sepenuhnya dilarang. “katanya harus DIPERTIMBANGKAN, jadi entah dari mana kalian belajar jika SEPENUHNYA dilarang bagi pihak berwenang untuk menggunakan gas air mata.“
Unggahan tersebut langsung dibalas oleh @kemalalangit dengan menyatakan “Jadi bel polisi sekarang, berapa yang Anda bayar jika Anda bisa tahu“.
Jadi bel polisi sekarang, bayar berapa kalau boleh tau https://t.co/djiFUuMGVf
β ββ (@kemalalangit) 2 Oktober 2022
Apakah itu benar-benar bel polisi?
Pengamat media Tomi Satryatomo mengakui ada upaya sejumlah akun anonim untuk mempengaruhi narasi publik tentang Kanjuruhan.
“Sejauh yang saya baca, tidak ada upaya sistematis dan masif untuk menggunakan buzzer untuk mempengaruhi opini publik,” katanya melalui pesan Whatsapp kepada CNNIndonesia.comJumat (7/10).
“Meskipun di sana-sini kami melihat akun anonim mencoba mempengaruhi narasi publik, volumenya kecil dan sporadis, tidak sebanding dengan aliran narasi publik yang besar,” tambahnya.
Tomi yang merupakan Peneliti Madya Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi (LP3ES), mengatakan kehadiran buzzer merupakan “dampak tak terhindarkan dari meluasnya penggunaan media sosial”.
Menurutnya, buzzer menjadi masalah jika konten yang disampaikan tidak benar, bersifat disinformasi, dan merupakan hoax yang kemudian sengaja disebarkan untuk memanipulasi opini publik.
βDalam konteks ini, buzzer berbayar yang menyuarakan narasi yang bertentangan dengan narasi publik dalam tragedi Kanjuruhan, tentu kita lihat sebagai upaya dari pihak yang merasa tertuduh. Namun dari sisi volume, narasi publik yang menuntut keadilan jauh lebih banyak. lebih masif,β jelasnya.
Tomi mengaku tidak melihat adanya kaitan langsung antara buzzer dalam tragedi Kanjuruhan dengan institusi pemerintah tertentu. “Jadi saya tidak tahu apa motif mereka,” akunya.
Polisi sendiri belum menanggapi dugaan keterkaitan antara buzzer dengan institusi dalam kasus Kanjuruhan tersebut.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sendiri mengaku anak buahnya sempat melepaskan beberapa kali tembakan gas air mata ke tribun penonton. Beberapa petugas juga menjadi tersangka dalam kasus Kanjuruhan.
“Dengan bertambahnya penonton di lapangan, beberapa personel menembakkan gas air mata. Ada 11 personel yang menembak ke arah tribun Selatan 7, 1 Utara, dan 3 lapangan,” katanya saat konferensi pers di Malang, Kamis (6/10). ).
Komisioner Investigasi Komnas HAM Muhammad Choirul Anam juga menyatakan, kerusuhan itu bukan karena ulah suporter.
“Jadi kalau ada informasi yang mengatakan suporter di sana ingin menyerang pemain, tidak seperti itu,” ujarnya, Kamis (6/10).
“Gas air mata itulah yang menyebabkan kepanikan dan sebagainya, sehingga terkonsentrasi di beberapa titik pintu. Ada pintu yang terbuka sempit. Lalu ada pintu yang tertutup. Itu yang membuat banyak korban,” kata Anam. .
[Gambas:Video CNN]
(lt/arh)