Maulina Pia Wulandari, pakar manajemen isu dan krisis, mengingatkan pentingnya melindungi nyawa penonton di tribun penonton, mengingat tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang.
Ia menilai pertandingan antara Arema dan Persebaya masih jauh dari memenuhi standar keamanan, keselamatan dan kepatuhan, sehingga manajemen risiko harus dipertimbangkan dengan matang, salah satunya tiket penonton yang sudah termasuk asuransi jiwa.
“Jadi kalau terjadi sesuatu, ada asuransi untuk melindungi diri (penonton). Peristiwa itu harus diprediksi, karena setiap kegiatan yang mengundang banyak orang pasti ada risikonya. Satu yang harus dipenuhi. standar keamanan dan keluhan Itu termasuk memberikan asuransi jiwa pada tiket massal,” kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, Malang itu, saat melakukan siaran pada program tersebut. Wawasan Radio Suara SurabayaSelasa (4/10/2022).
Dalam menonton pertandingan sepak bola, menurut Pia, panitia penyelenggara sebelum menjual tiket kepada penonton harus bisa memperhitungkan risiko paling fatal jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Dalam pertandingan sepak bola juga, kita harus menghitung hal apa yang paling fatal? Bisa jadi kehilangan nyawa. Kami harus bekerja dengan asuransi jiwa yang dipilih, untuk menghitung berapa banyak nilai dari harga tiket, berapa asuransi yang harus dibayar oleh penonton? Jadi bisa ditampung,” ujarnya.
Selama di Indonesia, Pia menilai masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya asuransi jiwa, karena menganggapnya hanya sebagai biaya tambahan.
Selain tiket, keamanan stadion menjadi salah satu poin penting terkait kelayakan dan pemenuhan standar keselamatan yang dapat diakses oleh lembaga casting dan bangunan yang terakreditasi baik.
“Selain asuransi, keamanan gedung harus disampaikan kepada masyarakat, apakah gedung yang digunakan sudah sesuai atau tidak,” kata Pia.
Ditambahkannya, selain melindungi penonton dan pihak-pihak yang terlibat dalam pertandingan langsung di stadion dengan asuransi dan keamanan gedung, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah simulasi jika terjadi masalah.
“Dalam pikiran saya kenapa harus ada gas air mata? Kenapa gak pake water canon? Itu harus menjadi simulasi. Harus disampaikan kepada masyarakat, sudah ada simulasi untuk persiapan event besar tersebut. Keamanan dan sebagainya. Yang terpenting jumlah penonton juga tidak boleh memenuhi kapasitas atau tidak terpenuhi,” pungkasnya.(rum/dfn/ipg)