

RADARDEPOK.COM, DEPOK – Kerusuhan pasca pertandingan Persebaya vs Arema FC pada Sabtu (01/10) di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang tragis mengakibatkan 125 orang tewas dan 323 luka-luka, menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita.
Data tersebut langsung masuk dalam daftar tiga besar sejarah kerusuhan di stadion sepak bola setelah Peru (320 kematian) dan Ghana (126 kematian).
Selain sebagai tragedi kemanusiaan, kejadian ini menyisakan perhatian terhadap masih lemahnya budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (budaya K3) di Indonesia.
Para pakar termasuk pakar K3 dari Departemen K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) juga menyampaikan keprihatinan dan pandangannya mengenai pentingnya penerapan K3 dalam penyelenggaraan suatu acara, termasuk pertandingan sepak bola.
Pertandingan sepak bola sebenarnya adalah pertandingan rakyat dan pesta rakyat yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang kerap dihadiri massa hingga ribuan orang. Tanpa induksi keselamatan, sistem, prosedur, sarana dan prasarana, semua ini berpotensi merenggut nyawa manusia.
“Fasilitas dan fasilitas darurat yang tidak memadai merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian berganda ini. Apakah prosedur tanggap darurat disiapkan oleh panitia? Mengapa gas air mata digunakan untuk meredam amukan massa, padahal sudah jelas dalam peraturan FIFA no 19 bahwa gas air mata dan senjata tajam tidak boleh digunakan untuk melindungi massa di stadion? Zulkifli Djunaedi.
Untuk menjamin keamanan masyarakat, diperlukan sistem dan prosedur keselamatan.
Pakar Keselamatan Kerja Departemen K3 FKM UI sekaligus Ketua Disaster Risk Reduction Center (DRRC) UI, Prof Fatma Lestari mengatakan, hal ini bisa dimulai dari penilaian risiko keselamatan, manajemen risiko, hingga prosedur darurat.
Penting juga untuk mengidentifikasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi ketika dalam pertandingan sepak bola. Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan manajemen risiko agar kecelakaan dapat dihindari, diminimalisir agar tidak terjadi.
“Termasuk tindakan apa yang harus dilakukan saat terjadi keadaan darurat, seperti di Stadion Kanjuruhan beberapa hari lalu,” kata Prof Fatma Lestari.
Tragedi Kanjuruhan harus diselidiki secara independen dengan melibatkan semua elemen termasuk ahli K3, ahli darurat, perancang stadion, dan pihak lain. Hasil investigasi dan pembelajaran dari tragedi tersebut harus disebarluaskan agar kecelakaan serupa dapat dicegah dan menjadi pembelajaran bersama.
Selain menekankan pentingnya sebuah sistem dan kepedulian seluruh pemangku kepentingan, Prof Fatma Lestari juga menyentuh para pecinta sepak bola untuk memahami pentingnya langkah ini.
“Bagi pecinta pertandingan dan pertandingan sepak bola, mari selalu patuhi aturan dan prosedur keselamatan di stadion. Jangan lupa untuk menghindari berbagai tindakan berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain, ketahui prosedur darurat dan jalur evakuasi stadion tempat menonton pertandingan sepak bola secara langsung, kata Prof Fatma.
Crowd Safety Management adalah pembelajaran dari tragedi Kanjuruhan. Sebagaimana diketahui bahwa K3 merupakan rangkaian upaya yang dilakukan untuk menjamin kelancaran suatu kegiatan dalam kondisi aman, sehat dan selamat.
Berbagai potensi bahaya dan risiko yang dapat menimbulkan kerugian harus diidentifikasi, dikendalikan, dan dikomunikasikan. Tidak sedikit bahaya K3 mengintai di setiap event besar.
Misalnya, potensi kekurangan oksigen dan sesak napas, keracunan jajanan yang tidak higienis, jatuh karena permukaan yang tinggi, struktur bangunan yang lemah dan runtuh, kekacauan dan anarki akibat kekecewaan terhadap kondisi kinerja atau persaingan, termasuk potensi kebakaran, gempa bumi, dan banjir. . Masih banyak lagi potensi bahaya yang harus dikendalikan oleh event organizer.
“Keamanan massa adalah bagian dari K3, pemerintah daerah harus memperhatikan dalam pemberian izin untuk suatu acara,” kata Ketua Departemen K3 FKM UI, Mila Tejamaya.
“Sebagai pelajaran, Crowd Management Plan harus ditunjukkan kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin penyelenggaraan acara. Tanpa Crowd Management Plan, besar kemungkinan tragedi peristiwa besar akan menjadi tak terelakkan dan tentunya bukan ini yang kita inginkan,” tambah Mila. (senjata/**)