Tekno  

Pelanggan Membayar Tagihan Sesuai Listrik yang Dihasilkan oleh Panel Surya

Xurya, Pemenang Startup Teknologi Hijau dari Kompetisi Startup Negara G20

Xurya mengusung konsep sewa solar panel sehingga pelanggan tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli. Perusahaan rintisan yang berdiri sejak 2018 ini juga telah membuat software khusus yang mengatur sirkulasi arus listrik.

M. HILMI SETIAWAN, Jakarta

SUASANA kantor itu begitu kental dengan nuansa panel surya. Padahal, meja tempat Anda menerima tamu terbuat dari sel surya bekas yang sudah tidak digunakan lagi.

“Ini panel surya asli lho,” kata Eka Himawan, pemilik kantor di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, kepada Jawa Pos.

Eka adalah pendiri start-up atau startup Xurya pada tahun 2018 dan kini menjabat sebagai Managing Director. Xurya merupakan satu dari lima startup asal Indonesia yang berhasil memenangkan kompetisi antar startup G20. Kompetisi bertajuk Digital Network Innovation 2022 ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Kepresidenan G20 Indonesia.

Xurya didirikan setelah Eka merasa terpanggil karena pemanfaatan listrik tenaga surya di Indonesia masih sangat rendah. Padahal, di sisi lain, potensinya sangat luar biasa.

Saat itu ia memperkirakan listrik dari matahari hanya sekitar 200 megawatt. Sangat janggal jika dibandingkan dengan total konsumsi listrik yang mencapai 70 ribu megawatt di seluruh Indonesia.

Padahal, di sejumlah negara tetangga, penggunaan panel surya sudah sangat tinggi. Sebagai contoh, di Singapura penggunaan panel surya telah menghasilkan 1.000 megawatt. Kemudian di Thailand sekitar 5.000 megawatt dan di Vietnam sudah mencapai 18.000 megawatt.

Setelah mencari informasi di lapangan, Eka menemukan bahwa akar penyebab rendahnya penggunaan panel surya adalah masalah pendanaan. ”Harga panel surya itu mahal. Jadi banyak yang tidak mau pakai,” ujarnya.

Hingga akhirnya Eka menghadirkan Xurya yang mengusung konsep sewa panel surya. Jadi, pelanggan tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli.

Sebagai perkenalan kepada publik, alumnus Purdue University, West Lafayette, Amerika Serikat itu mencoba memasang panel surya di ruko milik saudaranya. Tidak terlalu lebar. Karena itu hanya contoh.

Pelanggan pertamanya adalah Plaza Indonesia. Mal yang terletak di dekat Bundaran HI, Jakarta ini memesan panel surya dengan luas 150 meter persegi dan menghasilkan 15 kilowatt.

Setiap menghadapi calon pelanggan, Eka dan tim mendapatkan pertanyaan yang hampir sama tentang kestabilan aliran listrik saat menggunakan panel surya. ”Jika langit mendung, apakah lampu di seluruh gedung akan berkedip atau redup,” tanya sejumlah calon pelanggan.

Mantan karyawan Barclays Capital ini mengatakan bahwa Xurya tidak sebatas menyediakan panel surya dengan sistem sewa atau pinjaman. Tapi, juga membuat software khusus yang mengatur sirkulasi arus listrik di dalam sebuah gedung.

”Jadi, tidak sepenuhnya berhenti menggunakan listrik dari PLN,” ujarnya.

Eka menjelaskan, melalui software khusus, penggunaan listrik dari PLN akan menyesuaikan pasokan listrik yang didapat dari panel surya. Ia menganalogikan software tersebut sebagai petugas polisi lalu lintas di persimpangan jalan.

Contoh perhitungan sederhana, sebuah gedung membutuhkan catu daya sebesar 100 kWh. Pada waktu-waktu tertentu listrik yang dihasilkan panel surya dari Xurya mampu mensuplai 30 kWh, otomatis listrik yang diambil dari PLN hanya 70 kWh.

”Kami menggunakan panel yang ada di pasaran. Tapi, inovasi kami ada di otak perangkat lunakitu,” katanya.

Eka yang sehari-hari tinggal di Jakarta mengatakan, software yang mereka buat juga menghitung jumlah tagihan yang dibayarkan pelanggan ke Xurya. Dia mengatakan pelanggan membayar tagihan listrik sesuai setrum yang dihasilkan oleh panel surya. ”Jadi, tidak datar. Dengan skema ini, tagihan listrik ke pelanggan lebih adil,” jelasnya.

Ia menambahkan, setiap kWh listrik yang dihasilkan panel surya dari Xurya lebih murah dibandingkan harga kWh listrik dari PLN. Namun, Eka tidak merinci secara detail harga listrik per kWh yang mereka tetapkan untuk pertimbangan bisnis.

Eka hanya mengatakan, dari pengakuan pelanggan, tagihan listrik setelah menggunakan panel surya dari Xurya bisa turun sekitar 20 hingga 30 persen. Dengan skema pinjaman panel surya, otomatis pelanggan Xurya akan bertambah.

Saat ini, panel surya dari Xurya telah dipasang di lebih dari 60 titik di seluruh Indonesia. Kemudian, ada lebih dari 40 titik yang masih dalam tahap pengerjaan. Selain di Jawa, panel surya dari Xurya telah dipasang di sejumlah daerah lain. Misalnya, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kemudian juga di Sulawesi Selatan. ”Mayoritas tetap di Pulau Jawa,” ujarnya.

Sejak beroperasi, mereka mengklaim telah menghasilkan lebih dari 447 juta kWh listrik berbasis energi hijau. Selain pabrik, gedung yang sudah menggunakan panel surya dari Xurya adalah perkantoran. Juga, pusat perbelanjaan dan hotel.

Kebetulan di awal tahun 2022 ada investasi yang masuk ke perusahaan sebesar USD 21,5 juta atau saat itu senilai Rp. 308 miliar. Dana tersebut berasal dari sejumlah investor yang dipimpin oleh East Ventures dan Saratoga.

Saat itu, Managing Partner East Ventures Roderick Purwana meyakini pentingnya berinvestasi di perusahaan yang tepat. Bukan hanya mengejar keuntungan. Tetapi juga perusahaan rintisan yang memberikan manfaat sosial dan lingkungan. “Kami mendukung mereka sejak awal dalam perjalanan mereka untuk menciptakan revolusi energi yang bersih dan berkelanjutan untuk melindungi bumi,” katanya.

Empat start-up Indonesia lainnya yang menjadi juara pada ajang G20 Digital Network Innovation 2022 adalah Nusantics untuk bidang kesehatan, Cakap untuk bidang pendidikan dan teknologi, Komunal mewakili inklusivitas keuangan, dan Sinbad mewakili sektor rantai pasok. Sedangkan Xurya mewakili kategori energi terbarukan.

Saat penyerahan penghargaan, Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan apresiasinya kepada start-up Indonesia yang berhasil menjadi juara. Menurutnya, inovasi dan kolaborasi menjadi kunci perkembangan start-up global.

Ia berharap melalui ajang G20 Digital Network Innovation 2022, jaringan start-up dapat dibangun di negara-negara anggota G20. ”Termasuk membangun jaringan dengan calon investor dan pengambil kebijakan atau pemerintah,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.