Tekno  

Peneliti ITB kembangkan sterilisasi makanan ultrasonik

Dosen Riset Pusat Penelitian Biosains dan Bioteknologi SITH ITB, Maya Fitrianti, PhD mengembangkan teknologi sterilisasi makanan menggunakan gelombang elektronik. (ANTARA/HO-Humas ITB)

Elshinta.com – Dosen Riset Pusat Penelitian Biosains dan Bioteknologi SITH ITB, Maya Fitrianti, PhD mengembangkan teknologi sterilisasi pangan menggunakan gelombang elektronik.

“Saya dan tim mencoba mempelajari lebih dalam tentang pengaruh gelombang ultrasonik pada bakteri, bagaimana struktur sel bakteri rusak setelah kita diperlakukan dengan gelombang ultrasonik. Jadi secara fundamental kita ingin tahu dulu bagaimana bakteri ini rusak. akan diterapkan untuk mensterilkan berbagai jenis bahan makanan,” kata Maya Fitrianti dalam siaran pers Humas ITB, Minggu.

Maya memaparkan data dari WHO yang menyebutkan ada lebih dari 200 jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan.

Penyakit-penyakit tersebut merupakan akibat dari kontaminasi bakteri pada bahan makanan mulai dari proses panen dan pasca panen, pengolahan, hingga saat makanan disajikan.

Kontaminasi bakteri yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan bahan makanan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi sehingga meningkatkan jumlah makanan yang hilang dan sisa makanan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, manusia telah mengembangkan teknologi sterilisasi dan pengawetan makanan sejak 1,5 juta tahun yang lalu melalui proses sederhana.

Di zaman modern seperti sekarang ini, salah satu metode sterilisasi makanan yang paling canggih adalah sterilisasi menggunakan gelombang ultrasonik.

Pada frekuensi di bawah Megahertz (MHz), gelombang ultrasonik disebut sebagai power ultrasound yang dapat berperan dalam proses homogenisasi atau pembelahan sel.

Sedangkan untuk satuan Megahertz ke atas, gelombang ultrasonik dapat digunakan sebagai alat diagnostik sehingga disebut ultrasonografi diagnostik.

Langkah awal dalam memulai penelitian ini adalah membuat prototipe perangkat ultrasonikasi tertentu yang dapat bekerja pada setiap rentang gelombang ultrasonik.

Modifikasi alat yang digunakan digunakan untuk mengetahui efek samping dari masing-masing rentang frekuensi pada struktur sel bakteri.

Identifikasi kerusakan sel bakteri dilakukan secara eksperimen dan pemodelan.

Hasil percobaan menggunakan prototype alat ultrasonikasi menunjukkan bahwa sel bakteri akan rusak dan mati setelah dilakukan proses ultrasonikasi.

Dalam pemodelan, ada dua skema yang menjelaskan proses kerusakan struktur sel bakteri. Model pertama menggambarkan sel bakteri yang meledak secara spontan yang disebut mode bursting. Model kedua menggambarkan kerusakan sel bakteri yang diawali dengan terbentuknya lubang atau pori yang disebut dengan mode perforasi.

“Untuk menguji hasilnya, kami menggunakan beberapa sampel minuman seperti susu dan jus buah. Hasilnya, setelah susu dan jus buah diperlakukan secara ultrasonik, ditemukan 99,9 persen bakteri dalam sampel bisa mati,” katanya.

Selain itu, kandungan lemak dan protein dalam susu tidak hilang. Kemudian hasil eksperimen dengan menggunakan sampel jus buah juga menunjukkan bahwa nutrisinya tetap terjaga, kata Maya.

Sebagai teknologi yang relatif baru, sterilisasi menggunakan ultrasonikasi ternyata masih menghadapi beberapa tantangan.

Pertanyaan mendasar terkait penggunaannya masih perlu digali dan dikembangkan, antara lain dari sisi praktis, efisiensi, dan efektivitas.

Di sisi lain, penelitian di bidang ini dapat menumbuhkan semangat kolaborasi dari berbagai bidang ilmu untuk menyempurnakan konsep dan metode yang ada.

“Bukan tidak mungkin teknologi alternatif seperti gelombang ultrasonik juga bisa membantu mengawetkan makanan dengan lebih baik. Cara ini bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi tingkat food lost dan food waste di Indonesia dan dunia,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.