Tekno  

Pengarusutamaan Keahlian Birokrasi

Jakarta

Wacana publik dihebohkan dengan adanya organisasi bayangan (organisasi bayangan) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pertama kali dikemukakan oleh Menteri Nadiem Makarim dalam pertemuan di forum PBB. Ini adalah tim khusus yang bertugas menciptakan transformasi teknologi dalam pendidikan melalui pembuatan platform pembelajaran.

Dalam pertemuan dengan DPR, Nadiem kemudian mengklarifikasi polemik organisasi bayangan yang dikoreksinya sebagai organisasi. pencerminan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana setiap dirjen yang memberikan pelayanan dapat menggunakan keahlian tim. Tim tersebut terdiri dari 400 orang dengan berbagai keahlian, terutama terkait dengan teknologi terkini.

Berbagai kalangan mengecam keberadaan tim tersebut. Dikatakan bahwa tim tersebut, yang berada di luar struktur resmi organisasi, merusak tata kelola pemerintahan. Hal ini juga menunjukkan kegagalan reformasi birokrasi.

Padahal, akar keberadaan tim ini bermula dari fakta sederhana, yakni ketidakpercayaan ASN pada birokrasi. Menteri Nadiem menghadapi dilema. Di satu sisi, ia menginginkan percepatan untuk memajukan pendidikan melalui penciptaan berbagai inovasi berbasis teknologi. Di sisi lain, ia merasa tidak ada stok sumber daya manusia yang cukup tersedia di dalam organisasi untuk memenuhi keinginannya. Sebagai mantan pemimpin memulai yang sudah terbiasa dengan kehadiran talenta terbaik, bisa dimaklumi kalau nantinya menteri tidak sabaran dan memilih menggunakan talenta yang sudah jadi dari luar.

Belum tersedianya sumber daya manusia dengan keterampilan yang diharapkan sebenarnya merupakan gambaran umum ASN di negeri ini. Sebagian besar ASN tidak dibina untuk menjadi ahli di bidang tertentu karena hanya melakukan pekerjaan administratif dan teknis yang tidak memerlukan keterampilan tinggi. Sekalipun seseorang memiliki latar belakang keahlian tertentu sebelum menjadi seorang ASN, keahlian yang dimilikinya menjadi tumpul karena tidak digunakan secara rutin dalam pekerjaannya atau karena ditempatkan pada unit kerja yang tidak memungkinkan untuk aktualisasi keterampilan.

Hal ini juga terkait dengan sistem rekrutmen ASN yang tidak pernah mencari keahlian khusus. Lowongan yang dibuka masih bersifat terlalu umum. Soal komputer, misalnya, yang dibuka adalah lowongan untuk posisi administrator komputer tanpa merinci keahlian terkait komputer apa yang dibutuhkan. Kemudian tidak ada nomenklatur lowongan yang dapat menampung skill terbaru seperti insinyur perangkat lunak, ilmuwan data, pengembang blockchaindll. Hal ini berkorelasi dengan model tes penerimaan yang memberikan pertanyaan yang terlalu umum dan bahkan hafalan.

Muara dari semua itu adalah kelangkaan ASN yang memiliki keahlian khusus setingkat ahli. Fakta ini tentu bertolak belakang dengan kegemaran pejabat pemerintah dalam pidato-pidatonya, yang kerap melontarkan jargon-jargon seperti Revolusi Industri 4.0, metaverse, dan disrupsi. Belum lagi wacana seperti pembentukan super apps (aplikasi super) atau penggantian karyawan dengan robot dan kecerdasan buatanyang menunjukkan bahwa birokrasi tampaknya penuh dengan sumber daya manusia yang mampu menciptakan dan menjalankannya.

Fungsional

Padahal, dalam birokrasi ada yang disebut jabatan fungsional. Mereka adalah karyawan yang tugas dan pekerjaannya didasarkan pada keterampilan khusus tertentu seperti administrator komputer, analis kebijakan, ahli statistik, dan sebagainya. Namun lagi-lagi, mereka seringkali tidak menjalankan pekerjaannya sesuai dengan fungsinya.

Dari luar, birokrasi tampak seolah-olah beroperasi di bawah norma meritokratis yang ketat. Setiap organisasi wajib memiliki job map yang dilengkapi dengan standar kompetensi untuk setiap jabatan. Setiap ASN wajib memiliki kompetensi teknis (di luar kompetensi sosial budaya dan manajerial) dan wajib mengikuti program pengembangan kompetensi setiap tahun.

Untuk meningkatkan jenjang jabatan fungsional juga dilakukan uji kompetensi. Namun, itu semua lebih sebagai formalitas untuk mematuhi peraturan. Belum ada upaya sistematis dalam birokrasi untuk menumbuhkan keterampilan tertentu pada karyawan dan kemudian memanfaatkan keterampilan tersebut dalam pekerjaan rutin.

Pembentukan tim atau skema khusus AD hoc lainnya untuk mempercepat perubahan tubuh birokrasi tidak akan terjadi jika ASN memiliki keahlian yang sesuai dengan kebutuhan terkini. Namun, hal ini juga tidak boleh dibiarkan menjadi tren berkepanjangan dan ditiru oleh lembaga lain karena akan menimbulkan masalah tata kelola dan akuntabilitas.

Untuk itu, pemerintah perlu lebih serius membentuk kader-kader spesialis di birokrasi. Hal ini bisa dimulai dari tahap rekrutmen. Lowongan perlu dibuat sespesifik mungkin agar pemerintah bisa mendapatkan tenaga ahli yang benar-benar dibutuhkan. Untuk menyaringnya juga diperlukan instrumen tes khusus yang mampu menangkap secara akurat keterampilan calon karyawan.

Kemudian dalam menjalankan tugasnya, pemerintah harus memastikan para ahli di bidang birokrasi digunakan secara maksimal. Jangan melanjutkan tren saat ini, di mana pejabat fungsional dipaksa bekerja ‘off-the-shelf’ atau ditempatkan di unit yang tidak ada hubungannya dengan keahliannya. Investasi waktu dan uang yang dihabiskan untuk mengembangkan keterampilan sangat besar jadi jangan sia-siakan.

Adapun jika celah Keahlian akan diisi dengan memanfaatkan pegawai lama melalui pengembangan kompetensi, program pengembangan perlu fokus, teknis, dan dengan durasi yang panjang. Ini karena mengolah keterampilan tingkat tinggi membutuhkan waktu lama untuk dikuasai. Karyawan yang diberikan pengembangan ini juga harus karyawan yang benar-benar berminat dan memiliki potensi.

Terakhir, reformasi kompensasi untuk ASN juga diperlukan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa jumlah pendapatan yang layak hanya menyempit ke instansi tertentu. Kesenjangan pendapatan semacam ini harus dihilangkan. Jika tidak, talenta terbaik tidak akan tertarik menjadi ASN. Kalaupun keahlian mereka digunakan, faktor kesejahteraan yang rendah akan menjadi disinsentif.

(mmu/mmu)

Leave a Reply

Your email address will not be published.