Tekno  

Pentingnya Memikirkan Pemulihan Psikologis dan Fisik Anak Kanker Tulang

TEMPO.CO, Jakarta – Faris Fadhli (29) adalah survivor kanker tulang. Faris didiagnosis menderita kanker tulang saat berusia 17 tahun pada tahun 2020. Beberapa gejala yang dialaminya adalah pembengkakan pada lutut kanannya yang berawal dari benturan akibat bermain futsal. “Membengkak dan membesar,” kata Faris dalam diskusi virtual bertajuk Kanker Tulang pada Anak: Aspek Medis dan Psikologis, 8 Oktober 2022.

Dokter mengatakan Faris menderita kanker tulang. Ia sempat menjalani radiasi, namun sayang tertunda karena kondisi drop. Hal ini menyebabkan kondisi kanker tulang yang dialaminya semakin parah. “Dokter terpaksa melakukan amputasi,” katanya.

Dokter spesialis bedah tulang dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo, Achmad Fauzi Kamal menjelaskan, osteosarcoma merupakan kanker tulang yang paling sering terjadi, terutama pada anak-anak dan remaja. Namun, jumlahnya tidak banyak. Dibandingkan dengan kanker pada anak-anak seperti leukemia, kasus osteosarcoma hanya sekitar kurang dari 1 persen dari semua kasus kanker anak.

Namun, mendiagnosis kasus ini tidak mudah. Hampir semua kasus datang ke rumah sakit dengan kondisi kanker yang membesar. Data di RSCM, 1995-2017 mulai bertambah jumlah kasus yang datang ke rumah sakit, sekitar 19 kasus. “Anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan,” katanya.

Achmad Fauzi mengatakan kanker tulang sangat mengancam nyawa. Awalnya kanker tumbuh di sekitar lutut di ujung tulang paha. Pasien akan merasakan nyeri dan bengkak seiring waktu. “Karakteristik umumnya pertama berkaitan dengan usia. Kasus terbanyak pada usia 13-15 tahun. Ketika remaja berusia 18 tahun ke bawah mengalami nyeri progresif pada kaki disertai pembengkakan, dapat dipastikan ini merupakan gejala kanker tulang alias kanker tulang. Osteosarkoma,” kata Ahmad Fauzi.

Peningkatan skala nyeri pada osteosarkoma dapat terjadi dalam hitungan minggu hingga 3 bulan. “Peningkatan skala nyeri sangat cepat. Jangan pernah memijat atau memijat pembengkakan pada persendian yang diduga kanker osteosarcoma,” katanya.

Achmad Fauzi mengatakan terapi utama untuk osteosarcoma adalah pembedahan dan kemoterapi, dan dapat ditambah radioterapi. “Saat ini tren pengobatannya menyelamatkan anggota tubuh atau tidak mengamputasinya. Syaratnya datang pada tahap awal agar pengobatan bisa maksimal,” ujarnya.

Saat ini ada beberapa teknologi baru yang ditawarkan dalam pengobatan kanker tulang. “Sekarang dimungkinkan untuk mengganti jaringan tulang yang rusak tanpa amputasi dengan menggunakan prosthesis tulang logam yang dikenal dengan mega prostetik. Harganya sangat mahal tapi sudah ditanggung BPJS,” lanjutnya.

Psikiater dari RSCM Fransisca M. Kaligis menambahkan, penanganan anak penderita kanker tulang tidak bisa hanya bergantung pada aspek fisik kesembuhannya. Aspek psikososial anak penderita kanker dapat berdampak pada emosi dan perilakunya. “Saat anak didiagnosis pasti ada dampak psikologisnya, berupa shock, shock, menyangkal, lalu marah,” ujarnya.

“Stres saat didiagnosis kanker adalah hal yang wajar, namun jika stres terus menerus akan mengganggu sistem dalam tubuh, mulai dari imunitas dan metabolisme hingga menimbulkan penyakit lainnya,” kata Fransisca.

Masalah psikologis yang dialami oleh pasien kanker tergantung pada usia dan tingkat keparahan penyakitnya. Semakin parah kondisinya, semakin besar masalah psikologisnya. Masalah yang dialami oleh pasien kanker anak muda juga berbeda dengan pasien remaja.

Selain itu, Fransisca juga mengatakan bahwa ketika seorang anak dalam sebuah keluarga terdiagnosis kanker, kemungkinan besar akan sangat mempengaruhi keluarga, terutama dari segi psikologi. Oleh karena itu, dukungan perlu diberikan tidak hanya kepada pasien tetapi juga kepada keluarga pasien. “Mengikuti komunitas sesama penderita kanker bisa menjadi penyemangat tersendiri bagi pasien dan keluarga,” ujarnya.

Faris memang harus diamputasi kakinya, namun hingga kini kondisi Faris terus membaik. Ia melanjutkan pengobatan kemoterapi dan radioterapi. Sembari menjalani pemulihan, ia melanjutkan studinya. Faris bergabung dengan Cancer Buster Community (CBC) dari YOAI untuk memotivasi pasien kanker anak.

Faris pun memilih berkarier sebagai atlet angkat besi. Faris memenangkan beberapa medali angkat besi untuk penyandang cacat. Menurut Faris, ia mampu melewati masa-masa sulit ketika menderita kanker tulang hingga ia mampu bangkit karena support system, terutama dukungan dari keluarganya.

Membaca: Kanker tulang pada anak jangan dipijat kalau sakit

Leave a Reply

Your email address will not be published.