BALI – Digitalisasi masif menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk mewujudkan akses layanan keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Sejalan dengan Presidensi G20, yang mengusung isu-isu prioritas inklusi keuangan.
BUMN pun merespon peluang ini dengan melakukan transformasi digital sebagai upaya adaptasi sekaligus menciptakan sumber pertumbuhan bisnis.
Inklusi keuangan juga menjadi salah satu pembahasan utama yang diulas oleh perwakilan negara G20, pejabat pemerintah dan pimpinan BUMN dalam Trade Investment & Industry Working Group (TIIWG) Road to G20: SOE International Conference di Bali pada Senin-Selasa (17-18/ 10).
Prof Jay K Rosengard, Ajun Dosen di Harvard Kennedy School, mengatakan target inklusi keuangan 90 persen pada tahun 2024 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan dapat dicapai oleh Indonesia. Salah satu aspek utama yang mempercepat inklusi keuangan di tanah air, kata Jay, adalah digitalisasi. Membuat proses bisnis lembaga keuangan lebih efektif dan menjangkau khalayak yang lebih luas.
“Satu dekade lalu, hanya 20 persen orang Indonesia yang memiliki rekening bank. Sekarang progresnya cukup signifikan, hingga 52 persen atau sekitar tiga kali lipat hanya dalam satu dekade. Tapi kita juga bisa melihat bahwa setengah dari Indonesia masih unbankable. Targetnya (90 persen inklusi keuangan) ambisius, tetapi juga sangat bisa dicapai,” kata Jay.
Selanjutnya, Jay melihat bahwa model bank hibrida yang diusung oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI merupakan pendekatan yang sangat tepat untuk mencapai inklusi keuangan. Dengan terus memberikan pendampingan kepada nasabah dan jaringan BRI yang luas, strategi ini dinilai mampu memberikan akses layanan keuangan bagi masyarakat luas.
“Model bank hibrida yang dilakukan oleh BRI adalah berupa perbankan komunitas yang sangat baik. Kami tidak dapat menghapus aspek sentuhan personal jika ingin menjangkau masyarakat, khususnya usaha mikro. Teknologi tidak dapat menggantikan manusia, tetapi itu adalahperalatan’ sehingga proses bisnis menjadi lebih efektif,” katanya.
Jay menjelaskan, kehadiran AgenBRILink merupakan bukti bahwa BRI mampu mengelaborasi digitalisasi bersama-sama sentuhan personal. Melalui proses transaksi yang terdigitalisasi di agen, masyarakat dapat terlayani secara dekat dan tidak dibatasi oleh waktu. Hal ini sangat dibutuhkan terutama bagi masyarakat di daerah 3T (terdepan, terluar, dan terdalam) yang jauh dari jangkauan kantor cabang atau unit cabang bank.
“Kombinasi digitalisasi dan sentuhan personal Saya melihat ini ada di AgenBRILink. BRI membangun penguatan bisnis dengan pergi lebih kecil. Meningkatkan sinergi, dan dengan ini kami dapat melayani berbagai kebutuhan keuangan masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, Agen BRILink merupakan salah satu langkah perusahaan untuk membangun pertumbuhan bisnis dengan biaya operasional yang relatif lebih rendah dan efektif menjangkau pelanggan di wilayah 3T.
Tidak hanya menyediakan layanan transaksi keuangan seperti kantor bank, AgenBRILink juga dapat melakukan referral kredit.
“Kami berkembang menjadi kredit rujukan, sehingga BRI tidak perlu membuka cabang untuk menyalurkan kredit. Seperti apa progresnya? Kita bisa lihat Agen BRILink sudah menjangkau lebih dari tiga perempat atau 77 persen desa di Indonesia,” jelasnya.
Hingga akhir September 2022, jumlah Agen BRILink telah mencapai 597.177 agen dengan jangkauan hingga 58.095 desa. Sunarso mengatakan perusahaan juga berusaha untuk terus menambah layanan yang dapat diakses oleh masyarakat melalui AgenBRILink.
Selain itu, BRI juga terus mengembangkan layanan perbankan yang lebih cepat, mudah, dan biaya lebih murah melalui digitalisasi proses bisnis. Salah satunya melalui BRISPOT.
Melalui BRISPOT, prosesnya pemesanan kredit mikro (produktivitas) meningkat dari rata-rata Rp 2,5 triliun per bulan menjadi lebih dari Rp 4 triliun per bulan. Selain itu, proses kredit menjadi jauh lebih cepat, dari sebelumnya memakan waktu 2 minggu menjadi rata-rata 2 hari.
Layanan perbankan kini dapat diakses hanya dalam genggaman melalui BRImo. Aplikasi Super Keuangan yang dimiliki BRI memiliki lebih dari 100 fitur untuk berbagai kebutuhan transaksi nasabah dengan jumlah pengguna yang sudah mencapai 20,2 juta pengguna dan volume transaksi mencapai Rp1.567 triliun hingga akhir Agustus 2022.
Lebih lanjut Sunarso mengatakan, digitalisasi menjadi salah satu aspek utama yang diupayakan perusahaan dalam Transformasi BRIVolution 2.0. Proyek BRI untuk dapat mencapai visi Grup Perbankan Paling Berharga di Asia Tenggara & Juara Keuangan Inklusif pada tahun 2025 dengan fokus transformasi utama berada di digital dan budaya. (*/sukacita)