JAKARTA (BeritaTrans.com) – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkomitmen untuk terus meningkatkan kinerja pelayanan jembatan dan jalan nasional.
Direktur Rekayasa Jalan dan Jembatan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Nyoman Suaryana menjelaskan tentang Perencanaan Jalan dan Jembatan untuk Mendukung Implementasi Smart Transportation.
Baca juga:
Warga Magelang Sambut Rencana Pembangunan Tol Yogyakarta-Bawen
“Tantangan masa depan yang harus kita hadapi dan selesaikan bersama, pertama adalah jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270,20 juta jiwa dan persebarannya tidak merata, dimana 56% berada di Pulau Jawa, 21% di Pulau Sumatera, 6,15 % berada di pulau Kalimantan, 7,36% berada di pulau Sulawesi, 5,54% berada di pulau Bali dan Nusa Tenggara, serta 3,17% berada di Maluku dan Papua,” kata Nyoman dalam diskusi hybrid. /13/2022).
Sehingga hal ini akan sangat mempengaruhi kebijakan transportasi di tanah air. Selain itu, persebaran penduduk masih besar di perkotaan atau perkotaan.
Menurut dia, berdasarkan data, pada tahun 1970 sebaran penduduk adalah 37% di perkotaan (urban), dan 63% di perdesaan. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi peningkatan sebesar 47% di perkotaan dan 53% di perdesaan.
Pada tahun 2030, diperkirakan sebaran penduduk di perkotaan mencapai 60% di perkotaan dan 40% di pedesaan.
Ia mencontohkan untuk wilayah DKI Jakarta, jumlah penduduk pada siang hari mencapai 14,5 juta jiwa, sedangkan pada malam hari mencapai 10,2 juta jiwa.
“Artinya memang ada pergerakan dari luar DKI yang masuk ke Ibu Kota Jakarta. Tentu ini akan mempengaruhi karakteristik transportasi kita,” imbuhnya.
Hal ini menyebabkan kondisi perkotaan menjadi macet di jalan yang didominasi oleh kendaraan pribadi, kemudian penumpukan pada transportasi massal seperti KRL (Rel Kereta Listrik), polusi udara dan suara, hunian jalur pejalan kaki yang berubah menjadi tempat parkir kendaraan roda dua, serta penggalian utilitas. di agensi. Jalan.
“Tentu ke depan kita ingin lebih baik lagi di tengah kebijakan bersama,” ujarnya.
Dijelaskannya, jika berbicara tentang transportasi pintar, maka harus mempertimbangkan pertumbuhan kawasan perkotaan, juga diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai, termasuk infrastruktur transportasi.
Nyoman mengatakan, permasalahan transportasi perlu dicarikan solusi agar pergerakan di perkotaan bisa lebih optimal.
Kemudian, sarana dan prasarana pelayanan angkutan umum perlu ditingkatkan agar dapat bersaing guna mewujudkan transportasi yang cerdas.
“Salah satunya kebijakan pengembangan kawasan perkotaan dan jaringan jalan yang terintegrasi dengan transportasi umum yang didukung oleh smart system untuk mewujudkan smart transport,” jelasnya.
Melihat hal tersebut, Kementerian PUPR telah membuat sejumlah kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui Rencana Strategis (Renstra), antara lain:
Pertama, infrastruktur dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan, termasuk kelompok berkebutuhan khusus seperti lansia, disabilitas, dan anak-anak.
Kemudian, memberikan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi penggunanya.
Selain itu, memberikan kesetaraan dan keadilan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Dan yang tidak kalah pentingnya yaitu ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Kami selalu membicarakan isu sustainability, tentunya ini juga merupakan kebijakan ke depan yang harus kami terapkan,” jelas Nyoman.
Lagi-lagi, kata Nyoman, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR juga memiliki Renstra terkait target yang harus dipenuhi, salah satunya dari sisi konektivitas terkait waktu tempuh di jaringan jalan dan harapan nasional mencapai 1,90 jam. / 100 Km.
Kalau dilihat rata-rata kecepatannya masih 50 km/jam, 7,9 jam/100 Km. Ini mungkin masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga.
“Saat ini kita masih berbicara tentang 2,09 jam/100 km, tentunya ini yang menjadi target Ditjen Bina Marga untuk memangkas waktu tempuh,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga saat ini sedang meningkatkan kinerja pelayanan jalan nasional, seperti tingkat aksesibilitas yang terus ditingkatkan dengan nilai berdasarkan persentase PKN, PKW, PKSN dan simpul-simpul transportasi nasional yang telah diakses oleh jalan nasional. Dimana pada tahun 2022 ditargetkan mencapai 84,6, kemudian pada tahun 2023 meningkat menjadi 85,8, kemudian pada tahun 2024 meningkat lagi menjadi 87,9.
Sedangkan untuk rating kondisi, kata dia, berdasarkan nilai rating IRI, indikator ICI, umur struktur jalan dan drainase jalan, pada tahun 2022 mencapai 2,61, kemudian pada tahun 2023 bisa turun menjadi 2,57, dan pada tahun 2024 akan menjadi 2,50.
Kemudian untuk safety rating, pihaknya menargetkan berdasarkan nilai gabungan angka kecelakaan per penduduk dan jumlah titik blackspot per penduduk pada 2024 mencapai 2,82. Dimana jumlah ini akan menurun dari 2,95 pada tahun 2022 dan 2,89 pada tahun 2023.
“Saat ini kami juga sedang mengkaji Permendagri tentang Fungsi Jalan, nanti lebih kita arahkan ke safety,” jelasnya lagi.
“Yang sudah kami implementasikan di Ditjen Bina Marga adalah penerapan teknologi Building Information Modeling (BIM) sudah dimulai, tentunya ini untuk mendukung smart road and bridge planners,” lanjut Nyoman.
Menurutnya, BIM diterapkan mulai dari proses perencanaan hingga proses implementasi dan pemeliharaan.
Beberapa dukungan juga telah dilakukan oleh Kementerian PUPR dan yang menjadi perhatian adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Undang-undang tersebut sudah mencakup ruang penggunaan jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan.
Ruang manfaat jalan terdiri dari badan jalan, lajur kendaraan bermotor roda 2, pejalan kaki, pengendara sepeda, dan/atau penyandang disabilitas. Selanjutnya saluran tepi jalan, jalur jaringan utilitas terpadu, jalur atau jalur angkutan massal berbasis jalan atau jalur lalu lintas khusus lainnya.
Ia menjelaskan, dukungan infrastruktur jalan lainnya yang sedang dilakukan Kementerian PUPR adalah geometri jalan yang dapat mengakomodir dimensi sarana transportasi umum berbasis jalan.
“Struktur jalan andal yang mendukung terwujudnya transportasi publik yang efisien dan cerdas. Serta penyediaan infrastruktur pendukung lainnya,” imbuhnya.
Ada beberapa teknologi yang bisa digunakan untuk mendukung transportasi cerdas, misalnya dengan menyematkan jalan pengisian daya untuk kendaraan listrik. Pasalnya, kendaraan listrik di Indonesia sudah mulai masif dan potensial karena bahan baku baterai di dalam negeri sangat melimpah.
Tak hanya itu, Kementerian PUPR juga tengah melakukan inovasi penggunaan jalan raya tenaga surya (solar panel) di beberapa ruas jalan.
“Saat ini kami sedang mencari lokasi khususnya di IKN Nusantara untuk menerapkan teknologi dengan menyerap energi dari matahari,” jelasnya.
Lebih lanjut, jelas Nyoman, ada juga teknologi perkerasan beton modular.
“Kami mendorong teman-teman (produsen beton pracetak) untuk berinovasi membuat ini, sehingga perawatan atau konstruksi bisa lebih cepat dan tidak mengganggu lalu lintas, sehingga ini sangat membantu kami untuk dapat membangun jalan lebih cepat,” katanya.
“Ini terus kita dorong dan semoga bisa berkembang dan bisa kita manfaatkan dengan baik,” tambah Nyoman.
Nyoman mengatakan bahwa ketika kita berbicara tentang tujuan berkelanjutan, kita harus memperhatikan faktor infrastruktur yang andal, dari segi biaya, perawatan yang rendah, mitigasi risiko, cerdas dan aman, ramah lingkungan, intensitas kebisingan yang rendah, dan lain-lain.
“Akhirnya, menurut saya transportasi yang ideal didominasi oleh angkutan umum, iklim yang kondusif bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda, mengadaptasi transportasi pintar dan sistem otonom,” pungkas Nyoman. (fm)