Beberapa korban Tragedi Kanjuruhan menunjukkan wajah biru kehitaman. Hal ini diduga karena adanya zat berbahaya dalam gas air mata yang ditembakkan oleh aparat keamanan.
Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 menyisakan duka. 132 orang tewas akibat insiden bentrokan massa oleh penonton yang menghindari tembakan gas air mata oleh petugas keamanan.
Sedang dalam investigasi detikX, total ada 48 tembakan yang dilepaskan polisi di Stadion Kanjuruhan. Ada 66 peluru gas air mata yang keluar menyebabkan malapetaka.
Asap peluru menimbulkan kepanikan di tribun 13. Sedikitnya 6.000 Aremania terdesak keluar melalui pintu 13 dan terjadi penumpukan massa yang mengakibatkan banyak orang meninggal dunia.
“Dalam video (CCTV), para penyintas berusaha menarik tumpukan orang. Ada yang lolos, ada yang tidak bisa ditarik karena terhalang pagar pintu besi. Itu terjadi setelah Aremania panik karena gas air mata,” kata sumber. detikX di Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGIPF) Minggu lalu, 8 Oktober.
Sumber ini mengatakan bahwa TGIPF menduga adanya zat berbahaya dalam komposisi gas air mata yang digunakan dalam Tragedi Kanjuruhan. Kecurigaan itu muncul setelah TGIPF melihat wajah beberapa korban tewas tampak membiru, bahkan cenderung hitam.
Tim investigasi detikX memperoleh foto delapan jenis gas air mata yang diduga digunakan polisi. Gas air mata ini masing-masing berwarna hijau, biru, merah, kuning, abu-abu, dan perak. Grey setidaknya memiliki tiga varian, yakni dua kaliber 38 mm dan satu kaliber 44 mm.
Satu peluru perak diidentifikasi sebagai MU24-AR kaliber 38 mm produksi PT Pindad (Persero). Peluru ini dianggap paling beracun karena tidak hanya dapat diisi dengan CS, tetapi juga 1-chloroacetophenone (CN).
Dalam jurnal berjudul ‘The Comparative Acute Mamalian Toxicity of 1-chloroacetophenone (CN) and 2-chlorobenzylidene malononitrile (CS)’, disebutkan bahwa CN jauh lebih berbahaya daripada CS. Sekali terhirup gas CN tidak hanya bisa membuat sesak napas, tapi juga menyebabkan kerusakan organ.
![]() |
TGIPF saat ini sedang melakukan uji laboratorium terhadap beberapa sampel gas air mata yang digunakan dalam Tragedi Kanjuruhan. Selain itu, TGIPF sedang melakukan perjalanan untuk mengunjungi keluarga almarhum untuk meminta izin otopsi pada tubuh korban.
Komnas HAM juga sedang melakukan uji laboratorium terhadap beberapa bukti gas air mata yang ditemukan di lapangan. Uji laboratorium ini dilakukan setelah mendapatkan bukti satu selongsong peluru yang diduga sudah kadaluwarsa. Dalam foto yang didapat tim detikXpeluru yang diduga kadaluarsa ini berwarna kuning, yang seharusnya digunakan sebelum 2019.
“Ya memang ada yang expired, tapi masih kita uji. Kita juga dapat salah satu isi gas air mata, saat kita pegang masih terasa panas di kulit. Sekarang sedang dilakukan uji laboratorium,” jelas komisioner Komnas HAM. Choirul Anam.
Berita ini sebelumnya ditayangkan di detikX: Gas Beracun Pengepungan Aremania.
(teluk/krs)