
TANGERANG SELATAN.NIAGA.ASIA – Pencemaran sampah plastik dan kerusakan ekosistem merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia dan dunia. Sampah plastik merupakan salah satu sumber kerusakan ekosistem khususnya di perairan Indonesia.
Penyebab pencemaran lingkungan oleh sampah plastik antara lain penggunaan produk plastik kemasan, limbah rumah tangga dan industri yang terus menerus terbentuk dalam jumlah banyak secara berulang.
Teknologi nuklir dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan sampah plastik yang semakin ramai diperbincangkan melalui program Indonesia Sapa Sore, Radio Pro 3 RRI mengangkat topik Recommend Plastik NutecTeknologi Nuklir untuk Pengendalian Pencemaran Plastik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkesempatan memperkenalkan teknologi nuklir, Jumat (14/10/2022).
Kepala Pusat Penelitian BRIN untuk Teknologi Radioisotop, Radiofarmasi dan Biodosimetri (PRTRRB) sekaligus Koordinator Proyek Nasional Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) RAS 1024, Tita Puspitasari menjelaskan lebih detail pemanfaatan teknologi nuklir untuk sampah plastik.
“Teknologi nuklir dalam hal ini ada dua pendekatan untuk kasus sampah plastik, pertama dengan memantau dari mana plastik itu berasal, kemudian bisa juga terkait dengan sedimennya, berapa umur plastiknya dan lain sebagainya. persebarannya pada makhluk hidup,” jelas Tita.
“Jika lahan tidak dikelola dengan baik atau tidak didaur ulang, misalnya, maka potensi bocor atau mengalir ke laut sangat besar. Jadi apa yang ada di daratan harus diolah terlebih dahulu, meminimalisir sampah yang berpotensi pencemaran lingkungan, salah satunya daur ulang,” imbuhnya.
Teknologi Nuklir
Seperti diketahui, cara yang biasa dilakukan untuk mendaur ulang produk plastik adalah dengan membersihkannya, kemudian mengubahnya menjadi bubur yang nantinya akan dibentuk menjadi produk lain yang memiliki nilai ekonomis.
Tita menuturkan, daur ulang dengan teknik radiasi nuklir dapat mengolah sampah plastik menjadi produk industri.

“Proses daur ulangnya bermacam-macam, ada daur ulang primer, misalnya produk yang masih ada di pabrik, yaitu produk yang gagal diolah lagi karena plastik bisa dibentuk ulang. Kemudian ada daur ulang sekunder yaitu plastik yang sudah digunakan masyarakat, sudah dibuang sebagai sampah, kemudian sebagian dikumpulkan, dibersihkan, dikorsletingkan sehingga sampah tersebut sudah diklasifikasikan sehingga bisa diolah kembali,” jelasnya.
Tita mengatakan, jika sampah plastik dipisahkan dengan baik, akan sangat mudah untuk mengolahnya menjadi produk baru.
“Masalahnya sekali pakai, yang dipakai sekali karena umurnya pendek, padahal mungkin masih bagus. Tapi memang karena sekali buang kemasan jadi mubazir.” dia menjelaskan.
Dalam kesempatan tersebut, Tita juga mengungkapkan bahwa teknologi radiasi dapat digunakan dalam daur ulang sekunder dengan target plastik sekali pakai. Plastik tersebut akan diolah dan dibentuk kembali agar bisa menjadi produk yang lebih baik sepanjang masa.
Teknologi radiasi dapat berperan dalam pengolahan sampah plastik yang dapat bercampur dengan sampah biomassa, seperti serbuk gergaji, serbuk gergaji, atau bahkan tandan kosong kelapa sawit. Kemudian dicampur ke dalam komposit plastik kayu. Komposit plastik kayu adalah bahan konstruksi modern, hampir seperti kayu tetapi memiliki ketahanan yang tidak dimiliki kayu.
“Dalam hal ini teknologi radiasi dapat membuat compatibilizer untuk menyatukan atau sebagai perekat antara kayu dan plastik, kemudian dapat memperkuat produk akhir sehingga lebih melekat dan kekuatan mekaniknya meningkat,” kata Tita.
Penggunaan Nutec Plastic Recycling saat ini tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat regional dan internasional. Saat ini, tantangan dalam memanfaatkan teknologi ini adalah kerjasama dengan industri agar mereka dapat menerima teknologi ini dengan baik tanpa adanya persepsi negatif terkait nuklir.
Mengingat penggunaan teknologi ini tidak akan menimbulkan efek samping pada produk. Selain itu, peran serta masyarakat juga diperlukan untuk mulai memilah sampah sehingga dapat mendukung industri daur ulang.
Sumber: Humas BRIN | Editor: Intoniswan
Anda mungkin juga menyukai:
Tag: Sampah