
KESEIMBANGAN
Bali – PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM hadir sebagai solusi peningkatan kesejahteraan melalui akses permodalan, program pendampingan dan peningkatan kapasitas bagi pelaku usaha serta menjadi lembaga pembiayaan terkemuka dalam meningkatkan nilai tambah secara berkelanjutan bagi Usaha Mikro. , Usaha Kecil Menengah dan Koperasi ( UMKMK).
Dalam pemberdayaan usaha mikro, PNM tidak hanya memberikan pinjaman modal finansial. PNM menyediakan tiga modalitas penting. Pertama, modal finansial berupa modal kerja dan investasi melalui Pembinaan Ekonomi Keluarga Sejahtera (PNM Mekaar) dan Unit Pelayanan Modal Mikro (PNM ULaMM). Kemudian modal intelektual dengan memberikan pelatihan soft skill dan hard skill. Kemudian modal ketiga adalah modal sosial
“Fokus pemberdayaan usaha mikro dan kecil (UMK), PT PNM tidak hanya berhenti pada pemberian pinjaman modal finansial. PT PNM juga memberikan modal intelektual dan sosial bagi UMK. Dengan kata lain, kami tidak hanya memberikan pinjaman modal, tetapi kami memberikan bantuan seperti mengelola keuangan sederhana, pembukuan, manajemen pemasaran dan bantuan teknologi tepat guna. Kemudian pada modal sosial, antara lain membina jejaring bisnis, sinergi bisnis dan kepedulian sosial,” kata Kepala Cabang PNM Denpasar, Tatang Sefi Setyono dalam rangkaian kegiatan PNM Customer News ‘Explore Customers Go International’, di Bali, Rabu (12/10). ) .
Ia menyampaikan, ada beberapa produk yang dimiliki PNM dalam membantu atau memberikan kemudahan bagi UMK dalam menjalankan usahanya. Diantaranya adalah program PNM Mekaar dan PNM ULaMM.
“Untuk pelanggan ULaMM, sudah ada 700 pelanggan di sini, sedangkan pelanggan Mekaar sudah mencapai 87 ribu pelanggan. Sekitar 250 pelanggan Mekaar telah ditingkatkan menjadi pelanggan ULaMM. Ini baru tahap awal karena ada program dari pemerintah bahwa pelanggan Mekaar harus naik kelas, itu yang kita perhatikan,” ujarnya.
Kemudian, kata Tatang, berbicara tentang digitalisasi adalah sebuah keniscayaan, agar PNM memberikan literasi digital kepada pelanggannya.
“Awalnya kami memberikan literasi digital yang tidak membebani pelanggan. Kita bisa lebih sederhana seperti melalui whatsapp, facebook, Instagram. Dari hal-hal kecil dulu, agar pelanggan bisa memahami teknologi digital terlebih dahulu,” ujarnya.
“Salah satu contohnya adalah Pak I Gede Rediawan (pemilik galeri seni bernama St Factory Blowing Glass) yang diberikan pengetahuan tentang literasi digital. Awalnya saya tidak tahu Instagram, sekarang saya memiliki pengikut yang cukup banyak dan kemarin saya ditanya tentang efeknya dimana produk tersebut sudah dikenal banyak orang. Salah satunya adalah seniman Irfan Hakim yang mengunjungi galeri seni Pak Gede dan Irfan Hakim membuat konten di sana dan pada akhirnya banyak teman senimannya ingin berkunjung ke sini. Dengan kata lain, efeknya pada akhirnya akan dirantai,” tambah Tatang.
Tantangannya, lanjutnya, masih banyak nasabah PNM yang belum melek teknologi. Padahal, sudah banyak yang menggunakan ponsel dan bagaimana teknologi ini bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk aktivitas bisnis nasabah PNM.
“Harus terus berlatih, harus sabar, itulah yang luar biasa dari para pendamping PKU PNM yang terus gigih dalam mendampingi nasabah. Saya sering tekankan bagaimana kita memberikan sesuatu nilai lebih kepada orang lain atau dengan cara lain apa yang bisa kita lakukan. untuk orang lain dan bermanfaat,” kata Tatang.
Sementara itu, salah satu pelanggan PNM, I Gede Rediawan, adalah pemilik galeri seni bernama St. Factory Blowing Glass di kawasan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Galeri seni Rediawan bukanlah galeri seni biasa. Di galerinya yang cukup indah, pria 39 tahun itu mengubah sampah kaca tak berguna menjadi berbagai kerajinan kaca tiup.
Kaca tiup adalah sejenis wadah kaca yang dalam proses pembuatannya ditiup, sehingga menyesuaikan dengan wadah kayu di bawahnya. Gelas tiup ini bisa digunakan sebagai akuarium mini, tempat buah, hingga tempat tanaman hias.
Rediawan memulai bisnis blowing glass sekitar 5 tahun yang lalu. Jauh sebelumnya sekitar 15 tahun yang lalu, ia berkecimpung dalam bisnis mosaik kaca yang sedang booming saat itu. Saat permintaan mozaik kaca meredup, Rediawan kemudian mulai mencoba membuat berbagai kerajinan kaca tiup.
Rediawan mendapatkan ide bisnis kaca tiup ini dari kenalannya dengan seorang warga negara Jepang. Warga negara Jepang yang sedang berlibur di Bali ini sudah memiliki bisnis blowing glass di negaranya. Dengan sedikit modifikasi, Rediawan kemudian mulai mencoba membuat kaca tiup.
Modalnya adalah berbagai limbah kaca yang sudah tidak terpakai lagi, mulai dari botol bir bekas, pecahan kaca dari gedung, dan berbagai limbah kaca lainnya. Dia membeli limbah kaca seharga Rp. 1.000 per kilogram.
Dengan pinjaman Rp50 juta dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM), bisnis kaca tiup Rediawan kini mampu meraih omzet ratusan juta per bulan. Berbagai produk kerajinan kaca tiup juga telah diekspor ke berbagai negara. Aneka produk kaca tiup dijual dengan harga termurah Rp. 50 ribu dan yang paling mahal mencapai Rp. 15 juta.
“Saat ini permintaan tertinggi dari Eropa. Pengiriman barang sekitar dua kontainer per bulan,” kata Rediawan.
Selain pinjaman modal, Rediawan mengaku juga mendapat berbagai bantuan dari PNM, mulai dari pelatihan memasarkan barang melalui media sosial, diundang ke berbagai pameran, dan berbagai pelatihan lainnya. “Semua pelatihan itu gratis, diberikan secara cuma-cuma,” kata Rediawan.
Berkat pinjaman modal dan bimbingan dari PMN, bisnis Rediawan berkembang pesat. Saat ini dia sudah memiliki 60 karyawan. “Bahkan ketika saya memulai bisnis ini, saya hanya dibantu oleh istri dan 3 karyawan saya,” kata Rediawan seraya menambahkan omzet usahanya juga meningkat, mencapai Rp300 juta.
Sementara itu, pengrajin kaca tiup telah mendapat dukungan modal selama 15 tahun dari PNM dan juga telah mendapatkan pembekalan dalam hal pemasaran produk. Jadi, hingga saat ini mereka mampu memproduksi hingga 400-500 gelas tiup per hari, dan sudah mampu mengekspor ke Eropa. (Mohar)