TRAGEDI di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu 1 Oktober 2022, diharapkan bisa menjadi cambuk dan momentum bagi dunia olahraga di tanah air, khususnya sepakbola untuk berbenah. Bagaimana, inkonsistensi sistemik dalam penyelenggaraan dan pengembangan olahraga memunculkan fenomena gunung es, yang akhirnya meledak dan menunjukkan bahwa bangsa ini masih tribalisme.
Tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa 132 orang, dan ratusan lainnya luka-luka adalah potret buram olahraga Indonesia. Pengapian dan provokasi, sikap irasional, lekas marah, tidak berpikir panjang, mengesankan, ekspresif, dan segudang fakta lainnya, bukti dari beberapa sikap suku. Bukan hanya pendukung, tapi Panpel, PSSIdan aparat, keduanya menunjukkan sikap ini.
Tak pelak, pemerintah juga membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGIPF) yang diketuai Menko Polhukam Mahfud MD untuk mengusut dan memberikan rekomendasi penyelesaian kasus ini. Kesimpulan TGIPF komprehensif dengan memotret berbagai fakta dari pihak-pihak yang “berperan” dalam tragedi itu: PSSI, PT Liga Indonesia Bersatu (LIB), panitia penyelenggara (Panpel), petugas keamanan (SO), aparat keamanan (Polri-TNI), dan juga pendukung. Semuanya dikupas dan dianalisis.
Baca Juga: Direkomendasikan Maju Jadi Ketua Umum PSSI, Ini Tanggapan Kaesang Pangarep
Rekomendasi juga diberikan kepada semua pihak. Satu hal yang kemudian bergema di lini masa (media sosial) adalah rekomendasi agar Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Pansus mengundurkan diri.
Baca Juga: Tragedi TGIPF Kanjuruhan Desak Revolusi PSSI, PSTI Minta Mochamad Iriawan Legawa
“Normalnya, pemerintah tidak bisa ikut campur dengan PSSI, tapi di negara yang memiliki landasan moral dan etika serta budaya yang luhur, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Pengurus Besar mengundurkan diri sebagai bentuk moral. tanggung jawab …,” demikian kutipan rekomendasi TGIPF.
Selesai di sana? Tentu saja tidak. Masalah itu tidak akan selesai begitu saja, hanya karena pengunduran diri manajemen PSSI. Mengingat rekomendasi TGIPF juga secara komprehensif diberikan kepada pihak lain seperti PT LIB, Panpel, SO, aparat keamanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian PUPR, dan Kementerian Kesehatan. Semua pihak harus melakukan perbaikan.
Baca juga: Utamakan kesehatan dan keluarga
Menurut hemat penulis, beberapa hal yang juga penting dilakukan untuk kemajuan olahraga nasional khususnya sepak bola, antara lain:
Pertama, memastikan semua infrastruktur stadion dan tempat pertandingan memenuhi persyaratan. Apakah itu standar FIFA atau yang lainnya.
Kedua, memastikan penyelenggaraan event olahraga menggunakan standar yang memadai dengan skala prioritas pada keamanan. Konser musik bisa tertib, acara olahraga juga bisa.
Ketiga, otoritas olahraga, mulai dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, KONI, KOI, organisasi olahraga, hingga organisasi pendukung juga harus memahami hak dan kewajiban, dan Prosedur Operasi Standar (SOP) acara olahraga. Pejabat dan otoritas lain yang terlibat dalam acara olahraga juga.
Baca Juga: Tidak Hanya Tuntut Ketua Umum, Seluruh Asprov PSSI Juga Didesak Mundur oleh Pimpinan Bonek
Keempat, perlu dikembangkan manajemen pendukung berbasis masyarakat. Organisasi pendukung yang memiliki militansi dan energi yang begitu besar harus selalu mencari katup pengaman, agar bisa menyalurkan energi besar ini ke hal-hal yang positif. Misalnya, karena berbasis komunitas, mereka diundang untuk mengikuti kegiatan sosial dan kegiatan produktif lainnya.
Baca juga: Aduh! Dirut PT LIB Tidak Juga Ditahan Setelah Tiga Kali Diperiksa Polisi, Kok Bisa?
Kelima, digitalisasi database suporter dan mekanisme pembelian tiket stadion. Pola transformasi di PT KAI dapat dijadikan model mentah. Misalnya, semua penonton diwajibkan membeli tiket berdasarkan NIK (Nomor Induk Kependudukan). Setiap kejadian sikap mereka akan terekam dengan baik. Termasuk, misalnya, ada suporter yang bertindak buruk, dan mereka akan mudah dihukum, seperti tidak diizinkan masuk ke stadion atau venue acara olahraga, karena berperilaku buruk.
Keenam, perlu dipikirkan manajemen modern di lembaga olahraga, untuk menjamin penghargaan dan hukuman bagi siapa pun. Bagi mereka yang berprestasi berhak mendapatkan penghargaan dan jaminan kesejahteraan. Tapi mereka yang menodai dunia olahraga, pantas dihukum. Pendekatannya bukan hanya pencapaian, tetapi integritas.
Ketujuh, pemangku kepentingan lainnya, termasuk penonton di luar stadion, terutama yang aktif di barisan massa, harus memiliki sikap yang lebih dewasa. Mereka juga tidak menghujat dan akhirnya memprovokasi dari luar arena. Jangan suku.
Beberapa catatan di atas hanyalah beberapa poin saja. Yang pasti para pemangku kepentingan olahraga Indonesia tidak kekurangan tenaga ahli dan ahli untuk membuat roadmap olahraga tanah air jauh lebih baik. Namun, dokumen yang terdefinisi dengan baik dan sangat baik tersebut hanya akan berhenti menjadi tumpukan dokumen jika tidak dibarengi dengan implementasi yang konsisten di lapangan.
Sekali lagi, Tragedi Kanjuruhan bisa dijadikan momentum bagi seluruh pemangku kepentingan olahraga nasional, tidak hanya sepakbola, untuk berubah. Maju terus menuju olahraga Indonesia yang jaya dan bermartabat.
Baca juga: Kisah Asisten Pelatih Arema FC Yang Panik Mencari Putrinya Saat Tragedi Kanjuruhan