
sumber gambar, Tangkapan Layar YouTube KemenkoPolhukam
Seorang suporter Stadion Kanjuruhan yang terkena gas air mata menjadi sorotan TGIPF.
Komnas HAM tidak memungkiri bahwa gas air mata dapat menyebabkan kematian secara langsung, namun di Stadion Kanjuruhan, senjata pengendali massa ini menjadi penyebab utama kematian ratusan orang.
Hal itu disampaikan Komnas HAM menanggapi pernyataan polisi bahwa gas air mata yang ditembakkan ke Stadion Kanjuruhan tidak menyebabkan kematian.
Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil meragukan pernyataan polisi bahwa gas air mata di Stadion Kanjuruhan tidak menyebabkan kematian sebelum dilakukan otopsi.
Sejumlah penyintas tragedi Kanjuruhan sendiri menceritakan pengalamannya yang dikatakan lebih parah dari gas air mata yang pernah mereka alami sebelumnya.
Suporter Arema, Andika Bhimantara yang berada di tribun VIP mengaku merasa gas air mata yang ditumpahkan polisi di Stadion Kanjuruhan lebih menyakitkan dari yang pernah dialaminya sebelumnya.
Ia pernah mengalami bergelut dengan gas air mata sebelumnya saat menonton pertandingan sepak bola di Sidoarjo, Jawa Timur, dan Bali.
“Ini beda dengan gas air mata, kemarin sakit banget seperti itu. Saya juga kurang tahu karena terlalu banyak atau memang.. Kalau mata seperti air yang disiram pasir. Seperti orang yang mudah tertipu. Kalau sesak. , tenggorokan sakit, sulit bernafas,” katanya kepada BBC News Indonesia, Senin (10/10).
Pengalaman terkena gas air mata juga diungkapkan oleh penggemar Arema lainnya, Izy – bukan nama sebenarnya. Dia mengaku tidak bisa membuka matanya.
“Panik itu pasti. Karena tiba-tiba. Tidak bisa bernafas. Tidak bisa membuka mata. Mengerikan. Ya, bagaimana karena nafasnya sakit, kami memilih untuk tidak bernapas, menunggu udara segar dulu,” katanya.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter masuk ke lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Dedi Prasetyo menyatakan, gas air mata yang ditembakkan ke Stadion Kanjuruhan tidak menyebabkan kematian. Ia mencontohkan sejumlah ahli dari ahli racun, termasuk ahli paru dan dokter mata.
“Saya hanya mengutip para ahli. GS atau gas air mata pada level tertinggi, tidak ada yang mematikan,” kata Dedi dalam keterangannya kepada media, Senin (10/10).
Selain itu, Dedi juga mengungkapkan bahwa efek gas air mata yang digunakan polisi “tidak menyebabkan kerusakan fatal” pada mata.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Dedi Prasetyo mengatakan tidak ada satupun gas air mata yang mematikan.
Kematian sering kali diakibatkan oleh kombinasi gas air mata dan faktor lain, seperti ruang yang sesak.
‘Penyebab utama gas air mata’
Sementara itu, anggota Komnas HAM Choirul Anam tidak memungkiri bahwa gas air mata secara langsung menyebabkan kematian.
Namun, dia menegaskan, tindakan polisi yang menembakkan gas air mata itu sempat memicu kepanikan dan menelan banyak korban jiwa.
Bahkan, kata dia, beberapa pendukung sempat terkendali sebelum polisi menembakkan gas air mata.
“Tapi semakin panas ketika ada gas air mata. Gas air mata menjadi penyebab utama kematian sejumlah korban,” kata Anam.
Gas air mata ini kemudian menimbulkan kepanikan sehingga suporter berhamburan keluar stadion. “Tersesat dengan mata sakit, dada sesak. Sulit bernafas dan sebagainya. Pintu yang terbuka juga pintu yang kecil, jadi selama ini penyebab kematiannya,” imbuhnya.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Komisioner Penyidikan atau Pengawasan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam mengunjungi LBH Rumah Keadilan di Kota Malang, Jawa Timur.
Anggota Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, Andi Rezaldi, skeptis dengan pernyataan polisi, karena tidak berdasarkan pemeriksaan terhadap korban yang meninggal.
“Sejauh ini belum ada otopsi terhadap para korban. Yang penting jika otopsi dilakukan ada dokter independen yang ditunjuk oleh keluarga,” ujarnya.
Andi yang juga peneliti dari KontraS menuduh pernyataan polisi yang menyatakan bahwa gas air mata tidak mematikan bisa berimplikasi pada proses hukum. Dia mengatakan, aparat kepolisian yang terlibat dalam penembakan gas air mata itu bebas dari jerat hukum.
“Memutus rantai pertanggungjawaban hukum, terhadap aparat kepolisian yang memerintahkan dan menembakkan gas air mata,” kata Andi.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Sejumlah polisi melakukan sujud massal usai unjuk rasa pagi di Polresta Malang, Jawa Timur, Senin (10/10/2022).
Sejauh ini, polisi telah menetapkan enam tersangka dalam tragedi Kanjuruhan. Tiga di antaranya adalah anggota polisi, yakni Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP H, Kapolsek AMPL Malang, dan Kapolsek Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Besar Polres BSA. .
Ketiga polisi tersebut dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian seseorang.
Selain itu, ada 20 anggota polisi lainnya yang sebagian besar bertugas di lapangan, menjalani sidang etik.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Suporter Arema FC (Aremania) meletakkan bunga di alas kaki para korban yang ditinggalkan di depan pintu tribun Stadion Kanjuruhan 11, Malang, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022).
Menurut Andi Rezaldi, aparat kepolisian yang terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan tidak pantas dijerat dengan kelalaian, karena “dilakukan secara sistematis dan ada faktor kesengajaan”.
“Dalam hal ini, penerapan pasal tersebut sebenarnya salah menggunakan pasal kelalaian, yang tepat adalah penggunaan pasal tersebut untuk dengan sengaja membunuh orang,” lanjut Andi yang membuka kemungkinan terpenuhinya unsur HAM berat. pelanggaran.
Anggota TPF Koalisi Masyarakat Sipil lainnya, Jauhar Kurniawan, menilai polisi belum sepenuhnya mengungkap siapa di balik instruksi pelepasan gas air mata di Stadion Kanjuruhan.
“Tidak mungkin seorang pejabat setingkat AKP mengambil keputusan luar biasa seperti itu, dalam hal menembakkan gas air mata, karena itu ada penanggung jawab dalam kasus ini, Kapolri. Dia mungkin bertanggung jawab kepada komandan unit di Brimob tempat dia bertugas,” katanya.
BBC telah menghubungi Kabag Humas Mabes Polri Dedi Prasetyo untuk memastikan hal tersebut, namun belum ada tanggapan.
Ambil foto TGIPF
sumber gambar, ANTARA FOTO
Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Rhenald Kasali menyampaikan keterangan kepada wartawan usai menggelar pertemuan dengan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) dan Kompolnas di Kantor Kemenko Polhukam dan Keamanan, Jakarta, Senin (10/10).
Sementara itu, anggota Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGIPF), Profesor Rhenald Kasali mengatakan akan memasukkan gas air mata dalam penyelidikan mereka.
Dalam kasus ini, TGIPF menemukan gas air mata kadaluarsa—yang diakui polisi.
“Sudah dibawa ke lab. Semuanya diperiksa. Itu penyimpangan,” katanya.
TGIPF telah bekerja lebih dari seminggu sejak Tragedi Kanjuruhan terjadi. Sejauh ini mereka telah menemukan sejumlah fakta di lapangan, termasuk pertanyaan yang harus dikonfirmasi ke sejumlah pihak yang terlibat dalam pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Apa temuan TGIPF sejauh ini?
sumber gambar, ANTARA FOTO
Suporter dari berbagai klub sepak bola berkumpul untuk berdoa dan Doa Ajaib di gor saparua Bandung, Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022)
Prof Rhenald mengatakan sejauh ini timnya telah menemukan fakta bahwa Stadion Kanjuruhan dirancang untuk kerumunan penonton pada 1980-an.
“Sementara, keramaian saat itu berbeda. Banyak orang maka jumlahnya jauh lebih banyak,” katanya.
“Pintunya seperti pintu penjara. Pintunya meluncur. Hanya satu atau dua bagian tertentu yang dibuka. Sementara pintu besar tidak didorong. Kuncinya tidak ditemukan. atau tidak diberikan,” tambah Prof. Rhenald.
Selain itu, pertandingan terpaksa digelar pada malam hari karena dugaan “perintah” pihak tertentu. Padahal Polres Malang merekomendasikan dilakukan pada sore hari.
“Jadi kemungkinan besar ada orang lain yang bertugas di sana, siapa yang melakukannya, apakah akan menekan apakah akan melaksanakan perintah, sehingga dilakukan pada malam hari,” kata Prof Rhenald seraya menambahkan temuan lain adalah bahwa klub dan PSSI tidak memberikan pembinaan kepada suporter.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Anggota TGIPF Akmal Marhali [tengah] menemui Tim Gabungan Aremania untuk menggali informasi tentang Tragedi Kanjuruhan.
Sementara itu, anggota TGIPF lainnya, Akmal Marhali, berpendapat bahwa korban luka perlu mendapat perawatan jangka panjang.
“Pemeliharaan dan pengendalian korban juga harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk trauma dan dampak psikologis korban, baik yang mengalami luka berat, sedang maupun ringan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Dalam sebuah pernyataan kepada media, anggota TGIPF Nugroho Setiawan juga berbagi temuan lapangannya.
Menurutnya, Stadion Kanjuruhan tidak cocok untuk menggelar pertandingan yang berisiko tinggi [high risk match].
sumber gambar, ANTARA FOTO
Para pemain bulu tangkis dan pengurus Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) berdoa bersama di Monumen Singa di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Senin (10/10/2022).
Selain itu, kata Nugroho, tinggi dan lebar anak tangga di Stadion Kanjuruhan juga tidak ideal sehingga memungkinkan orang terjatuh saat keluar.
Temuan lain adalah rekaman CCTV di pintu 13 yang dia gambarkan sebagai “mengerikan”. Di CCTV ada penumpukan orang karena pintu yang dibuka sangat kecil.
“Situasinya adalah orang tersebut berebut untuk keluar, sementara beberapa pingsan, terlindas, terinjak-injak karena efek gas air mata. Jadi ya itu menyedihkan. Saya melihat detik-detik beberapa penonton menumpuk dan sekarat begitu terekam di CCTV,” kata Nugroho.